Minggu, 04 Mei 2008

Arti Penting Museum Kebangkitan Nasional

Warga Jakarta yang bertempat tinggal di Jakarta Pusat mungkin telah sering melewati jalan Abdurahman Saleh, sebuah jalan kecil yang menghubungkan jalan Prapatan dengan Senen Raya. Namun, mungkin hanya segelintir saja yang menyadari bahwa di jalan tersebut berdiri sebuah gedung yang mempunyai arti yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Gedung tersebut adalah Museum Kebangkitan Nasional.

Pada awal mulanya, gedung yang kini digunakan sebagai Museum Kebangkitan Nasional tersebut adalah gedung STOVIA (School Tot Opleiding Van Inlandsche Arsten), yakni sekolah kedokteran bagi bumiputera yang berasal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Gedung ini mulai diresmikan pemakaiannya untuk STOVIA pada tahun 1902.

Ketika masih berfungsi sebagai gedung STOVIA inilah terjadi sebuah kejadian penting yang tercatat dengan tinta emas dalam bagian catatan sejarah bangsa Indonesia. Seorang pemuda bernama Sutomo bersama teman-temannya yang sedang menempuh pendidikan di STOVIA mendirikan Budi Utomo, organisasi pergerakan pertama yang lahir di bumi Indonesia.

Kelahiran Budi Utomo pada 20 Mei 1908 merupakan tonggak awal kebangkitan rasa nasionalisme bangsa Indonesia. Berdirinya Budi Utomo merintis berdirinya organisasi-organisasi pergerakan lainnya seperti Sarekat Dagang Islam (SDI), Indische Partij, Perhimpunan Indonesia (Indische Vereeniging), Muhamaddiyah, juga berbagai organisasi pemuda yang bersifat kedaerahan seperti Jong Java (Tri Koro Dharmo), Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Minahasa dan lain-lain. Hal itulah yang menyebabkan pemerintah menetapkan hari kelahiran Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Seiring berjalannya waktu, gedung tersebut mengalami berbagai macam alih fungsi. Pada tahun 1926 sampai 1942, gedung ini dipergunakan sebagai pendidikan MULO dan AMS (setingkat SMP dan SMU) serta sekolah Asisten Apoteker. Ketika pendudukan Jepang terjadi di Indonesia pada tahun 1942 sampai 1945, gedung ini digunakan untuk memenjarakan tentara Belanda yang menjadi tawanan perang.

Bahkan, sebelum dipugar oleh Pemda DKI pada 6 April 1973, gedung ini dijadikan tempat bermukim oleh keluarga-keluarga bekas tentara Belanda keturunan Ambon. Setelah selesai dipugar, kawasan bangunan seluas 15.742 m2 tersebut diresmikan sebagai Gedung Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 1974 oleh almarhum mantan Presiden Soeharto.

Pada 12 Desember 1983, Gedung Kebangkitan Nasional ditetapkan sebagai cagar budaya. Kemudian, melalui Surat Keputusan yang dikeluarkan Mendikbud pada 7 Februari 1984, Gedung Kebangkitan Nasional mulai dikelola sebagai sebuah museum yang diberi nama Museum Kebangkitan Nasional.

Dalam pengeloalaanya saat ini, ada 4 ruangan utama dalam Museum Kebangkitan Nasional, yaitu Ruang Pengenalan, Ruang Sebelum Pergerakan Nasional, Ruang Awal Kesadaran Nasional dan Ruang Pergerakan Nasional. Karena ruangan-ruangan tersebut disusun secara kronologis, maka pengunjung diharapkan melewati ruangan museum secara berurutan. Perjalanan mengelilingi museum dimulai dari Ruang Pengenalan yang berisikan informasi koleksi dan ruangan-ruangan yang ada di museum secara garis besar.

Ruangan selanjutnya adalah Ruang Sebelum Pergerakan Nasional. Dalam ruangan ini, terdapat berbagai tulisan keterangan disertai ilustrasi gambar yang bercerita tentang kedatangan bangsa Eropa di Indonesia, timbulnya penjajahan berbentuk imperialisme dan kolonialisme, serta perlawanan terhadap penjajah yang dilakukan oleh perjuangan lokal seperti yang dilakukan Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol dan pahlawan-pahlawan lainnya.

Ruangan ketiga, Ruang Awal Kesadaran Nasional, berisikan kisah-kisah dan gambar tokoh-tokoh seputar berdirinya organisasi Budi Utomo pada tahun 1908. Ruangan ini juga menampilkan koleksi alat-alat kedokteran dan keadaan sekolah STOVIA saat itu. Dari ruangan ini juga terungkap bahwa dengan pendidikan di sekolah modern dan kondisi kesehatan yang cukup baik, maka dapat timbulah rasa kesadaran berbangsa dan bernegara. Ruangan utama terakhir yaitu Ruang Pergerakan Nasional menampilkan kisah-kisah pergerakan nasional sampai diproklamasikannya kemerdekaan Bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Museum Kebangkitan Nasional juga menampilkan 3 ruangan peragaan. Ruang Peragaan Kelas STOVIA menyajikan suasana belajar di ruang kelas saat itu, Ruang Peragaan Kelas Kartini mengajak pengunjung melihat langsung kesederhanaan suasana belajar yang dilakukan oleh RA Kartini dan Ruang Peragaan Persidangan Pembelaan Dr. H.F. Roll menggambarkan pembelaan Bapak STOVIA tersebut kepada Soetomo yang akan dikeluarkan dari STOVIA karena mendirikan Budi Utomo.

Ruangan terakhir yang bisa dikunjungi di Museum Kebangkitan Nasional adalah Ruang Memorial Budi Utomo. Ruangan tersebut bisa dikatakan sebagai ruangan terpenting di Museum Kebangkitan Nasional. Di ruangan itulah, yang pada saat itu merupakan ruangan anatomi, Soetomo dan kawan-kawan mendirikan Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Pada saat ini, ruangan tersebut juga dilengkapi dengan patung-patung perunggu para pendiri Budi Utomo.

Generasi Muda

Selain menjadi sarana konservasi bangunan bersejarah yang dapat dinikmati oleh masyarakat umum, Museum Kebangkitan Nasional juga sangat mengutamakan pemberian pengetahuan akan perjalanan sejarah bangsa kepada generasi muda. Dengan memberikan pengetahuan tersebut, pihak museum berharap generasi muda akan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi.

“Dengan masuknya berbagai kebudayaan asing ke Indonesia, ada kecenderungan rasa nasionalisme yang dimiliki oleh generasi muda menjadi semakin rendah. Kami berharap setelah mereka mengunjungi museum ini dan mendapatkan berbagai pengetahuan akan sejarah bangsanya, mereka memiliki semangat nasionalisme yang tinggi dan bangga menjadi bangsa Indonesia,” ungkap Kasie Koleksi dan Bimbingan Edukasi Museum Kebangkitan Nasional, Isnudi.

Isnudi kemudian mencontohkan bahwa ketika ada rombongan murid sekolah yang mengunjungi Museum Kebangkitan Nasional, maka mereka akan diberi kesempatan untuk menonton film yang menceritakan sejarah bangsa Indonesia di ruang auditorium museum. Film, tuturnya, dipilih sebagai medium penyampaian informasi karena dapat menarik perhatian sang anak dan memberikan penjelasan yang cukup lengkap.

Dalam rangka menyambut perayaan 100 Tahun Kebangkitan Nasional yang jatuh pada 20 Mei 2008, pihak museum tengah menyiapkan acara yang melibatkan generasi muda di Museum Kebangkitan Nasional. Dengan adanya acara yang melibatkan generasi muda dalam rangkaian perayaan yang memiliki tema nasional Indonesia Pasti Bisa tersebut, pihak museum berharap dapat menarik minat generasi muda terhadap acara perayaan secara keseluruhan. [Stephanus Rezy Anindito]

* foto taken by alice

Tidak ada komentar: