Minggu, 04 Mei 2008

Kemoceng, Modal Bertahan Hidup di Ibukota

Hari itu, seperti biasa, perempatan jalan di depan ITC Cempaka Mas Jakarta ramai dilalui oleh kendaraan bermotor. Keramaian tersebut hanya terhenti untuk beberapa saat ketika lampu merah menyala. Namun, jeda singkat itu ternyata cukup digunakan untuk mengais rejeki oleh seorang ibu. Dengan sebatang kemoceng di tangan, uang pun bisa ia dapatkan.

Lies, nama ibu tersebut, dengan cekatan membersihkan kaca depan mobil-mobil yang sedang berhenti dengan kemocengnya yang terlihat sudah cukup lapuk. Setelah selesai membersihkan, dengan cepat ia meminta imbalan kepada para pengemudi mobil. Menurutnya, hal itu ia lakukan setiap hari untuk menyambung hidup dirinya dan 4 orang anaknya.

“ Yah, beginilah cara saya dapetin duit sehari-hari. Kalau nggak begini, mau dapat duit dari mana lagi? Suami saya sudah lama meninggal,” ungkap Lies kepada SP.

Lies mengakui bahwa pekerjaan yang ia lakukan mungkin tidak terlalu membantu membersihkan mobil-mobil di lampu merah. Namun, ia mengatakan bahwa ia tidak bisa melakukan hal lain untuk mendapatkan uang. Ia kesulitan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak karena ia hanya mengantungi ijazah SMP. Untuk mengamen ia mengaku tidak bisa menyanyi dengan bagus, sedangkan untuk berdagang ia tidak punya modal.

Perempuan yang berusia 42 tahun itu kemudian menjelaskan bahwa setelah suaminya yang berprofesi sebagai supir truk meninggal dunia 5 tahun lalu, mau tidak mau ia harus menjadi tulang punggung keluarganya. Sebelumnya, ia bekerja sebagai buruh di pabrik sepatu yang terletak di kota Bogor. Namun, setelah pabrik tersebut bangkrut, ia pun tidak mempunyai pekerjaan dan terpaksa mengais rejeki di perempatan tersebut.

Ide untuk mencari uang dengan cara membersihkan kaca depan mobil dengan kemoceng berasal dari teman Lies yang bernama Mirah, yang telah lebih dahulu beroperasi di perempatan jalan depan ITC Cempaka Mas tersebut. Walau pada awalnya canggung, Lies mengaku bahwa kini ia telah terbiasa dan tidak canggung lagi ketika melakukan pekerjaan tersebut.

Lies mengakui bahwa mencari uang di perempatan seperti yang telah ia lakukan selama ini memang jauh dari kenyamanan. Setiap hari ia harus bergelut dengan terik matahari dan polusi dari kendaraan bermotor yang berlalu lalang. Belum lagi kemungkinan terjaring oleh petugas Kamtib (Keamanan dan Ketertiban) yang mengadakan razia.

“Saya sebenarnya sudah 2 kali ditangkap Kamtib. Saya takut kalau saya ditangkap lagi saya akan dihukum. Tapi, mau bagaimana lagi? Kalau saya tidak mencari makan di sini, gimana saya bisa ngidupin keluarga saya,” ujar perempuan yang berasal dari Palembang itu.

Walau berbagai kesulitan tersebut harus ia hadapi setiap harinya, uang yang bisa Lies dapatkan ternyata tidaklah besar. Biasanya ia hanya menerima Rp 500 dari para pengemudi yang mau memberinya uang. Bila ada yang berbaik hati, kadang ia menerima Rp 1000.

Setiap harinya Lies hanya mampu mengumpulkan Rp 15.000 – Rp 30.000. Uang sejumlah itu diakuinya hanya cukup untuk membeli kebutuhan sehari-hari saja. Untung saja anak sulungnya yang telah lulus SMU kini bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik yang terletak di Jakarta Utara, sehingga bisa turut membantu dirinya dalam menghidupi keluarga.

Dengan berbagai kesulitan hidup yang ia alami di Jakarta, Lies mengakui bahwa ia sebetulnya sudah tidak betah tinggal di ibukota dan ingin pulang kampung saja. Apalagi harga-harga barang kebutuhan pokok semakin meningkat, sehingga hidup di ibukota semakin sulit untuk rakyat miskin seperti dirinya.

“Untuk bertahan hidup di Jakarta memang sangat sulit. Apalagi saat ini harga-harga barang semakin mahal. Rasanya saya ingin pulang kampung saja,” papar Lies.

Namun, menurutnya, saat ini ia tidak punya cukup uang untuk pulang ke Palembang. Ia berharap akan ada uluran tangan dari Pemerintah Daerah DKI Jakarta terhadap dirinya, seperti bantuan modal agar ia bisa memulai hidup baru yang lebih sejahtera di kampung halaman. Lies juga menambahkan bahwa tanpa bantuan dari pihak lain, rakyat miskin seperti dirinya akan sangat sulit untuk dapat merubah nasib. [SRA]

Tidak ada komentar: