Senin, 18 Agustus 2008

Rivalitas Adidas - Nike


Berebut Pasar Tiongkok

Para atlet yang berkompetisi dalam Olimpiade Beijing akan memeras keringat mereka agar berhasil memperoleh medali emas dalam ajang akbar tersebut. Sementara hal itu berlangsung, Nike dan Adidas, dua rival merek dagang perlengkapan olahraga, berjuang memperebutkan dominasi pasar penjualan.
Setiap kali ajang Olimpiade diadakan merupakan saat bertempur bagi kedua merek itu, namun persaingan kali ini akan terjadi lebih hebat lagi. Beijing adalah gerbang menuju pasar yang baru. Ada 1,3 miliar pasang kaki di Tiongkok dan tidak semuanya memakai sepatu bermerek. Karena itu kedua perusahaan berharap dapat menjadikan negara tersebut pasar terbesar mereka, setelah Amerika Serikat, dalam beberapa tahun ke depan. "Ini merupakan kesempatan terbesar memperoleh pasar baru," kata Direktur Pusat Pemasaran Olahraga Warsaw di Universitas Oregon, Amerika Serikat, Paul Swangard. "Belum pernah ada event Olimpiade yang membawa kesempatan seperti ini," tambahnya.
Bagi Adidas, kesempatan tersebut sangatlah penting. Apalagi setelah perjanjian kerja sama dengan Reebok pada tahun 2005 yang gagal meningkatkan pendapatan mereka. Karena itu, Adidas melihat Olimpiade Beijing sebagai sebuah solusi untuk memperbaiki keadaan tersebut.
Adidas membayar US$ 100 juta atau sekitar Rp 910 miliar tunai agar bisa menjadi sponsor resmi Olimpiade Beijing. Perusahaan itu juga akan menyediakan perlengkapan bagi para atlet, pekerja suka rela, dan pejabat teknis, serta menjadi sponsor permainan interaktif internet yang menampilkan beberapa atlet Tiongkok agar mendapat tempat utama di hadapan penonton Olimpiade.
Sedangkan Nike memilih strategi yang berbeda. Mereka hanya fokus memberikan sponsor kepada atlet-atlet tertentu saja. "Nike tidak pernah harus menjadi sponsor resmi untuk membuat terobosan," kata Swangard.
Walau Adidas yang bermarkas di Jerman memiliki pasar yang kuat di Eropa dan Nike memiliki kelemahan di pasar Amerika Serikat, Nike telah berhasil mengembangkan keunggulan global terhadap pesaingnya tersebut pada tiga tahun terakhir.
Menurut Sporting Goods Intelligence, Nike telah berhasil menguasai 36 persen pasar dunia, jumlah yang besar bila dibandingkan dengan Adidas yang hanya menguasai 21,8 persen pasar dunia.
Berdasarkan rencana yang dimiliki Adidas, saat Olimpiade dimulai, mereka akan memiliki 4.000 toko eksklusif di Tiongkok, termasuk mendirikan sebuah toko megah seluas 10.000 kaki di Beijing.
Permasalahan yang dihadapi Adidas adalah walau mereka telah menjadi mitra penyedia perlengkapan olahraga resmi Olimpiade, namun lebih banyak atlet bintang yang disponsori Nike seperti petenis Swiss Roger Federer, bintang lari Australia Craig Mottram, dan pebasket AS Kobe Bryant.
Kenyataan bahwa atlet yang disponsori Nike belum tentu menjadi juara memang menjadi risiko langkah promosi tersebut. Oleh karena itu, Nike telah membuat perjanjian penyediaan perlengkapan dengan 22 dari 28 federasi olahraga Tiongkok. Dengan adanya perjanjian tersebut, bahkan Yao Ming pun akan mengenakan seragam bola basket dari Nike.
Selain perjanjian dengan federasi olahraga Tiongkok, Nike juga membuat perjanjian yang sama dengan federasi olahraga negara lainnya, termasuk Amerika Serikat, Jerman dan Rusia.
Dengan demikian, sebagian besar dari 3.000 atlet yang disponsori Adidas dan Nike akan berlaga di Beijing, hanya akan mengenakan kostum dengan lambang perusahaan tersebut pada saat seremoni penyerahan medali. Dalam pertandingan, mereka harus mengenakan kostum dengan lambang Nike. [SRA/N-5]

Sabtu, 09 Agustus 2008

For The First Time, GP F1 Singapura!



Grand Prix Formula 1 (GP F1) untuk pertama kalinya diadakan di Singapura pada 26 sampai 28 September 2008. Penyelenggaraan kompetisi tersebut semakin bertambah unik karena diadakan malam hari, sesuatu hal yang baru pertama kali dilakukan dalam sebuah perlombaan F1.

Menurut Direktur Regional Singapore Tourism Board (STB) untuk Indonesia, Filipina dan Brunei Darussalam, Chooi Yee Choong, keselamatan seluruh pembalap yang ikut berlaga tetap terjamin walau perlombaan diadakan pada malam hari.

“Pihak panitia telah melakukan banyak tes untuk memastikan keselamatan para pembalap ketika berlomba. Sirkuit juga akan dilengkapi special lightings sehingga para pembalap tidak akan mengalami kesulitan membalap saat malam hari,” kata Chooi dalam sebuah konferensi pers yang diadakan Kamis (7/8) di Jakarta.

Dia menjelaskan, The 2008 Formula One Singtel Singapore Grand Prix sengaja digelar pada malam hari agar perlombaan tersebut tetap dapat disaksikan pada siang hari oleh penonton setia F1 yang berada di Eropa. Selain itu, juga karena menyesuaikan dengan udara panas pada siang hari di Singapura yang kurang cocok untuk digunakan untuk mengadakan perlombaan F1.

Selain merupakan GP F1 yang pertama kali diadakan malam hari, perlombaan di Singapura juga merupakan perlombaan F1 yang pertama kali diadakan di jalan raya sebuah kota di Asia. Perlombaan ini akan berlangsung di sirkuit jalan raya di sekitar daerah Marina Bay di Singapura.

Chooi juga menyebutkan, dari sekitar 93 persen tiket yang telah terjual, 40 persen merupakan tiket yang dijual kepada pononton yang berasal dari luar Singapura. Penonton Indonesia merupakan target pasar terbesar penjualan tiket tersebut.

“Penonton yang berasal dari Indonesia merupakan target pasar terbesar penjualan tiket di luar Singapura,” kata Chooi.

Penyelenggaraan F1 di Singapura akan terus berkelanjutan, paling tidak sampai lima tahun ke depan, karena telah dibuat kontrak persetujuan kerja sama selama lima tahun antara penyelenggara F1 dengan pihak Singapura.

Berkaitan dengan penyelenggaraan F1 di Singapura, STB juga menggelar Singapore GP Season, yang akan berlangsung dari 20 September sampai 5 Oktober 2008. Menurut Direktur Leisure Marketing and Events Management STB, Geraldine Yeo, akan digelar berbagai acara yang menarik dan unik, seperti Bvlgari Watch Exhibition, Singapore Motorshow, konser artis Jazz Diana Krall, Singapore River Festival serta Singapore Biennale.

“Penyelenggaraan F1 di Singapura akan full of celebration. Kami berharap para pengunjung akan menikmati kehadiran mereka dalam event ini,” kata Geraldine. [SRA]

Yao Ming, ‘Raksasa’ Baik Hati dari Tiongkok



Walau atlet juara dunia lari halang rintang 110 meter asal Tiongkok, Liu Xiang, telah dipastikan akan menjadi idola dalam Olimpiade Beijing, namun namanya tetap saja kalah dari atlet bola basket bertubuh ‘raksasa’ kebanggan masyarakat negara tersebut, Yao Ming.

Wajah tampan Xiang memang sesuai dengan selera modern anak muda Tiongkok, namun hal ini tetap saja tidak bisa menandingi popularitas pria yang memiliki tinggi sekitar 2,3 meter tersebut di negara tirai bambu.

Yao Ming, yang dikenal dunia dengan sebutan Yao, adalah seorang pria besar dengan hati yang besar. Dia dengan serta merta menyumbangkan 2 juta poundsterling (sekitar Rp 36 miliar) kepada para korban gempa bumi di Sichuan, hanya beberapa jam setelah ia mendengar kejadian tersebut.

Walau terkesan seorang ‘anak manis’, namun ia bukanlah seorang yang bisa berdiam diri ketika sesuatu yang salah terjadi. Dia telah menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap konsumsi sirip ikan hiu yang dilakukan orang-orang di negaranya dan juga mengkampanyekan agar para pemain Tiongkok lainnya diperkenankan untuk bermain di Eropa agar mendapat pengalaman.

Selain itu, walau telah menjadi seorang pemain bola basket yang sukses di Amerika Serikat, Yao tetap bersedia untuk membela Tiongkok ketika dibutuhkan. Padahal setelah melakukan negosiasi kontrak dengan tim basket NBA Houston Rocket yang dibelanya, dia telah memperoleh pendapatan yang luar biasa besar: sekitar 30 juta poundsterling (sekitar Rp 546 miliar) per tahun.

Jumlah yang sangat luar biasa tersebut dapat membuat orang menjadi besar kepala. Namun, hal ini tidak berlaku bagi Yao. Kenyataan ini jugalah yang membuatnya sangat populer di mata masyarakat negara asalnya tersebut.

“Dia bukan hanya seorang pemain bola basket yang hebat,” kata Xu Jicheng, salah satu komentator pertandingan bola basket terkenal Tiongkok. “Dia juga seorang manusia yang memiliki hati yang hebat.”

Yao memang memiliki badan raksasa, namun hal ini tidak membuatnya terlihat aneh. Dia adalah seorang atlet yang memiliki bentuk tubuh yang proporsional. Bila tidak dibandingkan dengan orang lain, ia hanya terlihat sebagai seorang pria berbadan besar. Dia hanya terlihat sangat besar ketika dibandingkan dengan pria lain yang memiliki tinggi 210 sentimeter.

Ketika ia bertanding untuk pertama kalinya melawan sesama pemain NBA asal Tiongkok, Yi Jianlian, pada November tahun lalu, pertandingan tersebut disiarkan di 19 jaringan TV dan disaksikan lebih dari 200 juta orang di Tiongkok saja, membuatnya menjadi pertandingan yang ditonton oleh paling banyak orang dalam sejarah NBA.

Bukan hanya memiliki kemampuan bermain bola basket yang hebat sehingga terpilih menjadi anggota NBA All-Stars sebanyak enam kali, namun Yao juga memiliki peran penting dalam mewujudkan rencana ambisius NBA untuk membuat NBA Tiongkok yang beranggotakan 12 tim. Yao Ming, Yi Jianlian dan beberapa pemain lainnya telah secara efektif menjual permainan tersebut kepada negara yang memiliki penduduk terbanyak di dunia.

“Dalam dua tahun terakhir, dia telah menjadi seorang pemain hebat. Dia adalah salah satu pemain bola basket bertubuh besar yang benar-benar dapat bermain bola basket dengan baik,” kata Kepala Biro Majalah Bola Basket Amerika Serikat Slam di Tiongkok, Alan Paul.

“Dia memiliki tinggi badan yang menakjubkan, namun juga memiliki kemampuan bermain yang tinggi. Saya rasa semua tim yang ada di dunia akan sangat beruntung bila bisa memakai jasanya. Ini adalah sebuah situasi yang menguntungkan semua pihak. Pihak NBA memiliki Yao Ming sehingga bisa menarik perhatian masyarakat Tiongkok. Dan Yao Ming dapat bermain pada level tertinggi sehingga bisa menaikkan standar permainan bola basket tim Tiongkok dan bahkan bisa mencapai hasil yang luar biasa dalam Olimpiade.”

Tinggi badan Yao, dan juga mungkin keahlian bermain basketnya, berasal dari kedua orang tuanya. Ayahnya memiliki tinggi badan 210 sentimeter dan merupakan mantan pemain Centre bagi Shanghai, sementara ibunya dengan tinggi badan 190 sentimeter adalah mantan kapten tim nasional bola basket putri Tiongkok.

Pada umur 9 tahun, tinggi Yao telah satu kaki (sekitar 30 sentimeter) lebih tinggi dari teman-teman sekelasnya dan telah dimasukkan ke dalam sistem pembinaan olahraga Tiongkok. Lima tahun kemudian, dia menjadi pemain professional dan pada usia 18 tahun, dia mewakil Tiongkok untuk pertama kalinya dalam tingkat senior dan mendapat perhatian para pencari bakat NBA.

Pada tahun 2000, Yao bergabung bersama dua pemain NBA asal Tiongkok pertama, Wang Zhizhi dan Menk Bateer, untuk membentuk “Tembok Besar” dalam Olimpiade Sydney.

Setelah klubnya, Shanghai Sharks, memenangkan kejuaraan Chinese Basketball Association pada 2002, nama Yao masuk dalam proses pemilihan pemain baru (draft) NBA dan menjadi pemain internasional pertama yang menjadi pemain nomer satu yang terpilih ketika klub Houston Rockets memilihnya. Dalam 400 pertandingan NBA yang telah dijalaninya, Yao mencetak rata-rata 19 angka dan 10 rebound per pertandingan, sebuah statistik yang sangat bagus untuk seorang pemain NBA. [SRA]

Generasi Hilang Tiongkok


Seperti anak muda lainnya di Changsha, Tiongkok, Mao Ce mengalami kesulitan menentukan masa depannya. “Saya merasa hidup saya seperti angin, berhembus keras dan sering berganti arah,” katanya. “Saya tidak memiliki rencana masa depan, dan memang tidak menginginkannya. Saya tidak pernah memikirkan masa depan saya.”

Komentar pemuda Tiongkok berumur 24 tahun ini bukanlah refleksi melankolis seorang pemuda tanggung. Rasa putus asa tersebut adalah suatu hal umum yang dirasakan kaum dewasa muda Changsha.

Pemuda seperti Mao Ce yang tinggal di kota metropolitan seperti Changsha menempati tempat yang unik dalam sejarah modern Tiongkok. Produk dari kebijakan satu anak pemerintah Tiongkok, mereka merasa harus menanggung kesalahan para pendahulu mereka sekaligus beradaptasi dengan perubahan pesat yang dialami negara mereka.

Tidak seperti generasi sebelum mereka yang dijamin kehidupannya oleh negara dari segi pekerjaan dan jaringan keamanan sosial, generasi ini menghadapi masa depan mereka dengan perasaan was-was. Mereka juga asing terhadap kebebasan yang dimiliki generasi yang lebih muda dari mereka.

“Pacar saya yang berumur 20 tahun hanya sedikit lebih muda dari saya. Namun, walau perbedaan umur kami hanya sedikit, ada perbedaan cara berpikir yang sangat besar. Pikirannya jauh lebih terbuka, dan cara pandangnya terhadap dunia juga berbeda dengan saya,” ungkap Mao.

Orang tuanya bercerai ketika ia masih kecil, dan Mao tinggal bersama ayah dan kakeknya di sebuah apartemen reyot di pusat kota Changsha. Ayah Mao adalah pemilik apartemen tersebut. Hal ini merupakan tanda kesuksesan kecil sang ayah dalam hirarki kehidupan masyarakat Tiongkok.

Walau masih memiliki tempat tinggal yang cukup nyaman, Mao Ce dan pemuda-pemuda Tiongkok sepeti dirinya tetap merasa tertinggal. Apalagi iklim kebebasan yang kini dimiliki Tiongkok menimbulkan keharusan untuk meraih kesuksesan bagi kaum mudanya.

“Negara ini sudah tidak seperti dulu lagi. Masyarakat kami saat ini hanya mementingkan kepentingan dirinya sendiri. Mereka hanya tertarik mendapatkan uang lebih banyak untuk membeli barang-barang bermerk dan tidak peduli terhadap orang lain,” ujar Mao.

Mao Ce dan teman-temannya, bersama dengan kaum muda Changsha yang senasib dengan mereka, akhirnya terjebak dalam sebuah ketidakpastian. Menganggur dan tidak bahagia, mereka memilih untuk merangkul sisi negatif kebebasan.

Hidup mereka akhirnya dihabiskan dengan berpesta, memakai obat-obatan terlarang dan melakukan pergaulan bebas. Beberapa diantara mereka menjalankan bisnis yang berhubungan dengan gaya hidup tersebut, seperti salon tato, toko musik dan bahkan menjadi pengedar obat-obatan terlarang.

Mao Ce sendiri kadang menjadi DJ (disc jockey) dalam acara-acara pesta, namun di kota seperti Changsha, pekerjaan tersebut tidaklah menjanjikan. Ia pun menjadi pesimis akan masa depannya.

“Dahulu, saya memiliki banyak cita-cita dan harapan. Namun, kini semua itu hanyalah sebuah mimpi kosong belaka. Saya tidak memiliki harapan apa-apa lagi terhadap hidup ini,” tandasnya. [time.com/SRA]

Dari Al Capone sampai Al Qaeda


FBI di usianya yang ke 100

FBI (Federal Bureau of Investigation), biro federal negara adidaya Amerika Serikat (AS), mendapatkan reputasi bagus di masa lalu karena berhasil menangkap para perampok bank terkenal seperti Bonny dan Clyde serta Al Capone. Namun pada tahun 2008 ini, setelah mencapai usianya yang ke 100, misi agensi tersebut telah mengalami perubahan.

Para penjahat nomor satu dunia saat ini tidak membawa senapan jenis Tommy gun untuk merampok bank atau menimbulkan kekacauan lainnya. Mereka lebih memilih untuk membawa pemotong kabel dan membuat bom untuk melakukan pembunuhan masal.

Sejak terjadinya peristiwa 11 September pada 2001, prioritas utama FBI adalah mencegah terjadinya serangan teroris di wilayah Amerika Serikat. Setiap harinya, mereka harus menangani ratusan kasus yang berhubungan dengan ancaman terhadap negara tersebut.

Walau beberapa kasus dapat dipecahkan dengan mudah, namun beberapa kasus lainnya membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk dipecahkan. Sebagai contohnya, beberapa waktu lalu, lebih dari 20 petugas lapangan menyelidiki seorang pria yang mencoba membayar tunai untuk mendapatkan latihan terbang membasmi serangga.

Hal ini menimbulkan kecurigaan pihak FBI karena beberapa orang yang telah ditahan mengungkapkan rencana menggunakan cara tersebut untuk melancarkan serangan senjata biologi di wilayah negara Paman Sam. Namun, setelah melakukan investigasi menyeluruh, para agen mendapatkan kesimpulan rencana tersebut tidak benar.

Multi Tugas

Para agen FBI adalah pekerja multi tugas yang mumpuni. Mereka terbiasa menangani beberapa kasus dalam waktu bersamaan. Scott Robinson, telah bertugas bersama regu di Newark selama empat tahun, menangani laporan target laser yang ditujukan ke pesawat terbang sambil menangani kasus kecurigaan terhadap seorang pria yang telah membeli tiket pesawat ke luar negeri dan tidak membeli tiket pulang ke AS.

“Semua tergantung pada keadaan di lapangan. Namun, bila sesuatu yang darurat terjadi, anda harus meninggalkan kasus yang sedang anda tangani,” ucap Robinson.

Selain melakukan penelitian dan wawancara, Robinson sering mencari informasi dari agensi lain di Amerika. Dalam hari-harinya, Robinson berhubungan dengan kepolisian lokal, FAA (badan pengawasan penerbangan AS), Angkatan Udara, kampus lokal, Badan Keamanan Transportasi AS, penyedia persenjataan militer, dan berbagai pihak lainnya.


Informasi juga dapat diperoleh FBI melalui berbagai sumber, seperti dari masyarakat umum, agensi federal lain, pejabat kepolisian lokal maupun negara, mitra kerja dari negara asing dan sumber-sumber intelijen yang dimiliki biro itu sendiri.

“Hal pertama yang kami lakukan adalah memprioritaskan penanganan ancaman terhadap keamanan masyarakat umum atau kejadian apapun yang dapt menimbulkan bahaya terhadap seseorang,” ungkap Gary Adler, penyelia agen istimewa dan kepala regu di Newark. Para agen dan analis yang menjadi bagian gugus tugas penanganan terorisme bekerja sama melakukan kegiatan pengawasan dan pemeriksaan latar belakang.


“Dalam skenario yang lebih besar, kami harus memeriksa lebih lanjut setiap petunjuk yang didapatkan untuk memastikan semuanya terungkap, walau hanya beberapa dari petunjuk itu benar-benar berhubungan dengan aksi terorisme,” kata Roger Morrison, kepala seksi Pusat Penanganan Krisis Nasional.

FBI juga menjalankan “CT (Counterterrorism) Watch” untuk memonitor berbagai insiden yang mencurigakan dan ancaman lainnya. Hal ini dilakukan para agen dan analis 24 jam sehari.

“Bila kami sudah mendapatkan sebuah nama, maka analis intelijen akan mencari informasi tambahan terhadap nama tersebut. Mereka akan menghubungi agensi intelijen lainnya dan mencari tambahan informasi dari database yang mereka punya. Sementara itu, para agen dan spesialis langsung menangani kasus tersebut di lapangan,“ kata Paul Akman, Asisten Kepala Seksi Analisa Counterterrorism.

Semuanya telah dilakukan FBI untuk mengawasi perkembangan rencana aksi terorisme di wilayah kedaulatan Paman Sam. Mereka tentu tidak ingin kejadian 11 September yang mencoreng nama besar agensi mereka kembali terulang. [CNN.com/Stephanus Rezy Anindito]

Rabu, 16 Juli 2008

Waria Ibukota: Si ‘Cantik’ yang Mencari Nafkah di Jalanan


Malam itu, sama seperti pada malam-malam sebelumnya, perempatan jalan di depan ITC Cempaka Mas Jakarta ramai dilalui kendaraan bermotor. Keramaian tersebut hanya terhenti untuk beberapa saat ketika lampu merah menyala. Namun, jeda singkat itu ternyata tidak sepenuhnya hampa bagi para pengendara kendaraan bermotor ini. Ada sebuah sosok bertubuh sintal dan berwajah cantik yang menarik perhatian mereka.
Dengan lincah dan merdu, sosok tersebut menyanyikan lagu-lagu populer yang menghibur. Beberapa pengendara pun kemudian memberikan uang sekedarnya sebagai tanda apresiasi mereka terhadap sang biduan jalanan, bahkan ada yang sambil menggoda ketika melakukannya. Namun, sosok tersebut tidak marah dan hanya membalas dengan sebuah senyuman manis.
“Ah, saya sih udah biasa digodain, mas. Maklum aja, namanya juga mereka orang laki-laki,” ungkap Iin (25), sang sosok yang ternyata bukan seorang wanita tulen itu, kepada SP baru-baru ini.
Menurutnya, kehidupan sebagai seorang waria yang dijalaninya memang mau tidak mau penuh dengan hal-hal yang tidak menyenangkan. Namun, apabila dijalani dengan rasa takut, tentu rasa aman tidak akan pernah muncul.
Iin, yang sebetulnya memiliki nama asli Indra, kemudian bercerita awal mulanya ia datang ke Jakarta. Sekitar 5 tahun lalu, ia pergi ke ibukota dari kampung halamannya di Jawa Timur untuk bertemu dengan seorang teman. Namun, ternyata alamat yang diberikan teman tersebut salah hingga sampai sekarang pun ia tidak pernah bertemu dengan temannya itu.
Karena tidak punya ongkos pulang, maka ia pun mencoba mencari uang dengan cara mengamen di jalanan sebagai seorang waria. Ternyata, cara tersebut telah membuatnya bertahan hidup di ibukota selama ini. Dari pekerjaannya sehari-hari tersebut, ia dapat mengantungi uang sampai sebesar Rp 40 ribu setiap harinya.
Selain mengamen, Iin juga terkadang menggunakan keahliannya dalam merias dan menata rambut untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Ia sering membantu ibu-ibu tetangganya di daerah Pedongkelan, tempat tinggalnya, untuk terlihat lebih cantik ketika hendak menghadiri acara pesta pernikahan. Cita-citanya adalah memiliki salon sendiri. “Nanti kalau punya cukup uang sih, pingin buka salon sendiri,” katanya.
Walau ia menjadi seorang waria, yang oleh sebagian orang dianggap tabu, ternyata keluarga Iin di kampung halaman tidak berkeberatan dengan kenyataan tersebut. “Saya dari kecil memang sudah feminin, jadi keluarga di kampung maklum saja kalau saya sekarang seorang waria,” tuturnya.
Sebagai seorang manusia biasa, ternyata Iin juga membutuhkan cinta kasih dari pasangan. Saat ini, ia telah memiliki seorang kekasih pria yang sehari-hari berprofesi sebagai pedagang asongan yang mau menerima dirinya apa adanya. Bahkan, ia semakin sering merawat diri kini setelah bertemu pujaan hatinya.
Serupa dengan Iin, Soleha (23) mengamen di perempatan tersebut untuk mencari nafkah sehari-hari. Menurutnya, hal tersebut dilakukannya karena desakan ekonomi. “Daripada saya nggak bisa makan, lebih baik saya mengamen di sini, mas. Soalnya susah kalo mau kerja yang lain,” ungkap waria yang bernama asli Soleh ini.
Dia juga mengatakan, kesulitan terbesar yang dihadapinya ketika mengamen di jalanan adalah razia yang sering dilakukan petugas Kamtib (Keamanan dan Ketertiban) DKI Jakarta. Ketika hal itu terjadi, terkadang ia harus lari tunggang langgang menghindari kejaran petugas.
Walau sampai saat ini ia belum pernah tertangkap petugas, namun ia sangat ketakutan hal itu terjadi padanya. Berdasarkan cerita teman-temannya, perlakuan yang diterima waria yang tertangkap kurang menyenangkan.
Dia berharap, waria yang hanya mengamen seperti dirinya tidak mengalami perlakuan yang sama dengan waria yang menjajakan diri, karena pada dasarnya mereka tidak melanggar hukum. Mereka hanya berusaha bertahan hidup di ibukota.
Kekerasan di Jalanan
Berdasarkan data yang dimiliki Yayasan Srikandi Sejati, sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang pemberdayaan waria di DKI Jakarta, hampir 60 persen waria yang tinggal di Jakarta mencari nafkah di jalanan. Sebagian besar waria tersebut berasal dari luar Jakarta dan datang ke ibukota karena tidak diterima keluarga dan masyarakat daerah asal mereka.
“Dari sekitar 4000 orang waria yang tinggal di Jakarta, hampir 60 persennya mencari uang di jalanan. Kebanyakan dari mereka berasal dari daerah dan pergi ke Jakarta karena tidak diterima keluarga dan masyarakat di daerah asal mereka. Mereka bertahan hidup di ibukota dengan cara mengamen atau menjajakan diri,” ungkap ketua Yayasan Srikandi Sejati, Lenny Sugiharto kepada SP beberapa waktu lalu.
Menurutnya, kehidupan keras di jalanan ternyata menjadi persoalan utama yang dihadapi para waria tersebut. Selama tahun 2008 ini, beberapa kasus kekerasan telah menimpa para waria yang mencari nafkah di jalanan. Bahkan, ada 3 kasus yang berujung pada kematian sang waria. Sedangkan pada tahun 2007, terjadi 5 kasus kekerasan pada waria yang berujung pada kematian.
Selain kekerasan yang terjadi dengan motif perampokan dan perseteruan antar sesama waria, ada juga kasus kekerasan yang dilakukan petugas keamanan dan ketertiban ketika melakukan razia terhadap waria yang menjajakan diri.
“Memang, waria yang menjajakan diri telah melanggar Perda yang berlaku. Namun, tidak sepantasnya mereka mendapat perlakuan kasar ketika razia dilakukan para petugas keamanan dan ketertiban,” tandasnya.
Oleh karena itu, dia menambahkan, pihaknya telah melakukan usaha pendampingan terhadap para waria yang mengalami tindakan kekerasan ketika melakukan pelaporan terhadap pihak yang berwenang. Namun, sampai saat ini, pemrosesan kasus kekerasan terhadap waria masih belum berlangsung secara memuaskan.
Proses Pembinaan
Untuk mengangkat harkat waria yang masih ‘berkeliaran’ di jalanan, Yayasan Srikandi Sejati telah melakukan berbagai upaya pembinaan agar para waria tersebut dapat memperoleh penghidupan yang layak tanpa harus menghadapi kehidupan jalanan yang keras.
Yayasan yang resmi didirikan ‘sesepuh-sesepuh’ waria, PKM UI dan berbagai pihak lainnya pada tahun 1998 ini menekankan pemberdayaan dalam bidang ekonomi dengan membantu usaha-usaha menghasilkan yang dapat dilakukan para waria.
Selain berdagang, mereka juga dilatih berbagai keahlian. Antara lain, membuat berbagai kerajinan tangan seperti kalung, anting-anting dan berbagai aksesori lainnya, keahlian tata rias, tata boga, menjahit, keahlian komputer, menyanyi dan lain sebagainya. Ada juga pelayanan konsultasi dan sosialisasi, terutama aspek kemasyarakatan, terhadap para waria.
Bahkan, sejak tahun 2002, kegiatan Yayasan Srikandi Sejati mulai ditekankan pada pelayanan kesehatan baik berupa penyebaran informasi, pengawasan maupun partisipasi dalam penyembuhan. Hal ini sehubungan dengan semakin tingginya angka penularan HIV/AIDS di kalangan waria.
Keberlangsungan yayasan ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak baik sebagai sponsor ataupun donatur. Beberapa diantaranya adalah USAID, HIVOS dan berbagai yayasan yang bergerak pada bidang kesehatan, khususnya HIV/AIDS. Yayasan-yayasan tersebut merupakan yayasan pendamping yang menjadi bagian dari progran-program kerja Yayasan Srikandi Sejati. [SRA]

Siap Mengemban Tugas Negara


Kontingen Garuda Bhayangkara yang terdiri dari 140 orang personel siap menjalankan tugas perdamaian di Darfur, Sudan. Walau telah terjadi sejumlah insiden yang merenggut nyawa anggota pasukan perdamaian PBB, para anggota kontingen Indonesia yang telah berlatih berbulan-bulan, menyatakan siap diberangkatkan kapan saja dan tak ada sedikit pun kegentaran dalam mengemban tugas negara.
"Serangan terhadap pasukan PBB bukan hanya sekali itu saja terjadi. Apa pun yang terjadi, kami siap diberangkatkan dan akan tetap waspada ketika menjalankan tugas," kata Komandan Kontingen Garuda Bhayangkara, AKBP Johny Asadoma kepada SP di Jakarta, Jumat (11/7).
Menurut Johny, sebagian besar peralatan telah dikirimkan ke Sudan, sehingga pengiriman pasukan hanya tinggal menunggu waktu saja. Namun, diakuinya, sampai saat ini belum ada kepastian kapan pasukan akan diberangkatkan karena masih menunggu koordinasi dengan pihak PBB.
Di Darfur nantinya, Kontingen Garuda Bhayangkara akan bekerja sama dengan pihak Unamid yang terdiri dari pasukan PBB dan Uni Afrika. Tugas yang akan dijalankan adalah menjaga keamanan para pengungsi, melakukan pengawalan terhadap bantuan-bantuan internasional, melakukan pengamanan terhadap personel PBB dan aset-asetnya serta melaksanakan patroli gabungan dengan Unamid.
Demi kesuksesan misi yang diembannya, persiapan sudah dilakukan Kontingen Garuda Bhayangkara sejak awal tahun ini. Bahkan berbagai simulasi tugas yang akan mereka jalankan, seperti patroli, pengawalan dan penjagaan keamanan, telah dijalankan agar kontingen tersebut terlatih menjalankan tugas mereka di daerah konflik nantinya.
"Lamanya persiapan tersebut disebabkan kompleksnya kondisi yang akan dihadapi di Darfur. Pertikaian yang terjadi, selain antarsuku dan kelompok milisi, juga di tubuh Pemerintah Sudan sendiri," kata peraih medali emas tinju pada ajang Sea Games 1982 ini.
Johny menambahkan, persiapan secara fisik yang dilakukan pasukannya, termasuk dengan melakukan latihan pada siang hari untuk membiasakan diri dengan kondisi panas di Sudan.
Sedangkan dari segi mental, pasukannya telah terlatih untuk menjalankan misi negara kapan dan di mana saja. Bahkan, mereka sudah tidak sabar untuk berangkat.
"Secara mental, kami siap menjalankan tugas negara kapan dan di mana saja.
Bahkan, kami tidak sabar untuk diberangkatkan ke Sudan," tuturnya.
Selain dari segi fisik dan mental, lanjut mantan Kapolres Binjai, Sumut ini, pasukan juga telah dibekali dengan wawasan pengetahuan area pelaksanaan misi. Mereka juga telah dibekali kemampuan bahasa Inggris agar dapat berkomunikasi dengan masyarakat setempat dan anggota pasukan perdamaian PBB dari negara lain. [SRA/M-12]

Geliat Omprengan Malam


Dini hari itu hanya tampak beberapa orang masih berada di pinggir Jl Mayjen Sutoyo, Cawang, Jakarta Timur. Beberapa di antara mereka terlihat berjalan gontai menuju sebuah mobil yang diparkir di dekat jembatan penyeberangan tepat di depan Rumah Sakit Universitas Kristen Indonesia (UKI).
Walau mereka tidak mengenal satu sama lain, namun tujuan mereka sama ketika menaiki mobil yang ternyata adalah sebuah mobil omprengan yakni: pulang ke keluarga mereka yang telah menunggu di Kota Hujan, Bogor. Rudy (27), seorang penumpang mobil omprengan mengungkapkan, dia bekerja di sebuah kantor di kawasan Sudirman. Pada hari-hari lainnya, ia biasa menggunakan jasa kereta api (KA) untuk pulang ke rumahnya di Bogor.
Namun, hari itu ia harus bekerja lembur sehingga tidak bisa menggunakan jasa KA yang hanya beroperasi sampai malam hari. "Hari ini saya lembur makanya pulangnya jam segini. Kalau hari biasa sih, saya biasa naik kereta api Pakuan untuk pulang ke Bogor," katanya kepada SP beberapa waktu lalu. Bagi dia, naik mobil omprengan merupakan satu-satunya alternatif yang hemat dan bisa digunakan untuk pulang ke kota tempat tinggalnya, karena bus sudah tidak ada yang beroperasi pada jam tersebut.
Hal senada juga diungkapkan Adit (21), mahasiswa perguruan tinggi swasta di Grogol, Jakarta Barat, yang juga menjadi penumpang mobil omprengan. Biasanya ia naik bus jurusan Purwakarta-Bogor yang lewat daerah UKI untuk pulang ke rumahnya di kota Bogor. Namun, karena saat itu sudah lebih dari jam 12 malam, sudah tidak ada lagi bus yang melintas di kawasan itu. Mau tidak mau, ia harus menggunakan mobil omprengan yang biasa ngetem di depan UKI. Walau ongkos yang harus dibayarnya lebih besar. "Kalau saya naik bus, paling cuma bayar Rp 7.000. Kalau naik mobil omprengan ini saya harus bayar Rp 10.000," ujarnya.
Selain harus membayar ongkos lebih besar, Adit juga tidak memperoleh kenyamanan yang biasa ia temui ketika menggunakan bus. Dengan mobil omprengan, ia harus berdesak-desakan dengan penumpang lainnya selama perjalanan. "Padahal ongkosnya lebih mahal," gerutu Adit.
Perkataan Adit pun menjadi kenyataan. Mobil Daihatsu Espass yang seharusnya maksimal berisi sekitar sembilan orang, secara ajaib bisa dijejali 13 orang. Dua orang di kursi depan, empat di tengah, enam di belakang plus seorang pengemudi. Menurut Alex (36), pengemudi mobil omprengan tersebut, hal itu terpaksa dilakukan agar ongkos yang didapatkan dari penumpang dapat menutupi biaya yang harus dikeluarkan pengemudi. Karena, selain ongkos bensin, ia juga harus membayar berbagai pungutan liar.
Tak berapa lama, mobil omprengan kecil itu telah dipenuhi penumpang. Wajah-wajah letih di dalam mobil pun menjadi semakin menderita karena harus berdesak-desakan. Namun, satu hal yang pasti, penderitaan yang mereka rasakan itu akan sirna setelah sampai di rumah, bertemu dengan keluarga yang dicintai. [S Rezy Anindito]

Dua Bulan Piknik di RSCM demi sang Ayah



Verawati Fajrin (15) tampak ceria bercanda dengan adiknya, Sofifa Nurindah Saputri (4), ketika ditemui SP, beberapa hari lalu. Tidak terlihat rasa letih walau semalam ia telah menginap di selasar IRNA (Instalasi Rawat Inap) B bersama adik dan ibunya.
"Dingin dan banyak nyamuk sih, mas. Kalau enggak pakai lotion anti nyamuk sih enggak bakalan tahan nginep di sini," ujar anak perempuan yang dinamai sama dengan seorang legenda bulu tangkis putri Indonesia oleh orang tuanya tersebut dengan polos.
Menurut Vera, liburan sekolah kali ini dihabiskannya menunggu sang ayah, Fachrurir (45), yang saat ini sedang dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo (RSCM) akibat komplikasi ginjal. Hal ini dilakukannya setiap hari dengan tabah.
Berdasarkan cerita ibunda Vera, Rahayu (49), mereka sekeluarga telah cukup lama menginap di RSCM. Hampir dua bulan penuh mereka menghabiskan hari-harinya di rumah sakit itu. Suaminya yang sehari-hari berprofesi sebagai supir mikrolet 03 itu mulai dirawat 19 Mei dan diperbolehkan pulang 15 Juni.
Namun, baru seminggu berada di rumah, sang suami menderita sakit lagi sehingga harus kembali dirawat di RSCM sampai sekarang.
Seperti Piknik
Untuk keperluan sehari-hari di rumah sakit, keluarga ini membawa berbagai barang dari rumah, sehingga seperti melakukan piknik di selasar IRNA B RSCM. Bantal, guling dan selimut yang belum dibereskan tampak di atas tikar yang dihamparkan. Di salah satu sudut tikar, ada beberapa kotak yang berisi pakaian ganti. Bahkan, ada juga botol galon air mineral berisi air minum mereka sekeluarga.
Kegiatan mandi dan mencuci pun dilakukan di fasilitas umum yang disediakan rumah sakit. Setelah pakaian dicuci, Rahayu biasa menjemur pakaian basah di salah satu sudut selasar yang terkena sinar matahari. "Kalau nyuci di rumah, kasihan bapaknya anak-anak kalau ada apa-apa," ungkap Rahayu.
Sedangkan untuk makanan sehari-hari, mereka membelinya di Pasar Cikini yang letaknya tidak terlalu jauh dari RSCM. Uang untuk membeli makanan didapatkan dari hasil jerih payah anak sulung keluarga ini, Gunawan Hari Saputra (20), yang kuliah di kejuruan Teknik Komputer Universitas Indonesia. Menurut Rahayu, Heri mendapatkan uang dari hasil mengerjakan proyek di kampusnya.
"Uang untuk kebutuhan sehari-hari saya dapatkan dari anak sulung saya, yang sering mengerjakan proyek di kampusnya. Sejak ayahnya sakit, ia menjadi tulang punggung keluarga kami," ucap Rahayu dengan lirih.
Selain dari anak sulungnya, Rahayu juga mendapatkan bantuan sumbangan uang dari kerabat dan para tetangga. Para tetangga ini juga yang telah bersedia menjaga rumah mereka yang terletak di Bekasi selama keluarga ini berada di rumah sakit.
Walau telah mendapat berbagai bantuan keuangan, tapi tentu saja semua itu tidak akan mencukupi biaya rumah sakit yang sangat besar. Apalagi, penyakit yang diderita suami Rahayu cukup berat. Namun, berkat adanya Jaminan Kesehatan Masyarakat, hampir seluruh biaya pengobatan ditanggung pemerintah. Hanya biaya melakukan scan sebesar Ro 500 ribu rupiah yang harus ditanggung sendiri.
"Untung saja ada Jamkesmas. Kalau tidak, keluarga yang kurang mampu seperti keluarga kami mana mampu membayar biaya rumah sakit yang besarnya jutaan rupiah," kata Rahayu.
Dia juga berharap, bantuan jamkesmas yang diterimanya akan terus berlanjut walau suaminya sudah tidak dirawat lagi di rumah sakit. Karena, menurut penuturan dokter yang menangani, sang suami harus melakukan cuci darah secara rutin setelah perwatan di rumah sakit selesai. [S Rezy Anindito]

Korban Casa 212 Gunung Salak: Wara Istimewa Itu Pergi Terlalu Cepat


Suasana sepi menyelimuti kediaman mendiang Mayor (Sus) Susika Murdayanti, akhir pekan lalu. Malam itu, di jalan depan rumah Susika, korban tewas kecelakaan pesawat Casa 212 yang jatuh di Gunung Salak, Jawa Barat, tampak sebuah tenda menaungi kursi-kursi tempat duduk para pelayat yang hendak menyampaikan bela sungkawa.
Beberapa pelayat terlihat berbincang hangat. Sebagian besar adalah rekan kerja Susika di TNI Angkatan Udara. Raut muka mereka menunjukkan rasa kehilangan yang besar. Susika, menurut mereka, adalah seorang sosok Wanita Udara (Wara) istimewa. Di lingkungan kerjanya, dia dikenal sebagai seorang yang supel, pintar, dan profesional. "Selain pintar, almarhumah mudah bergaul dengan siapa saja di lingkungan kerjanya. Hal itu membuat kami merasa sangat kehilangan. Kepergiannya terlalu cepat," ujar rekan kerja Susika yang enggan disebutkan namanya.
Kepintaran Susika jugalah yang pernah mengantar lulusan Ilmu Geodesi Universitas Gadjah Mada itu melakukan studi lanjutan di Negeri Kangguru beberapa tahun lalu, untuk menambah kemampuannya di bidang Geo Maping. Bahkan, berkat berbagai pengetahuannya itu, Susika adalah Wara pertama dan satu-satunya yang mampu melakukan tugas pemantauan ketika sebuah misi udara dilakukan.
Aag Nugraha, suami Susika kepada SP mengatakan, kepergian istrinya secara tiba-tiba sangat memukul keluarga yang ditinggalkan. Tragisnya, kepergian mendiang ini terjadi seperti yang dialami ayah mendiang, yaitu ketika menjalankan tugas sebagai seorang anggota TNI. "Kepergiannya benar-benar tidak disangka, karena mendiang sering melakukan perjalanan udara seperti itu sebelumnya. Lebih tragis lagi, kepergian mendiang ini seperti kepergian ayahnya yaitu meninggal ketika menjalankan tugas sebagai seorang anggota TNI," ungkap pria yang bekerja di Badan Pertanahan Nasional ini.
Ditambahkan, keputusan Susika berkarier di jalur militer pun disebabkan kekaguman mendiang terhadap sosok sang ayah yang gugur ketika menjalankan tugas di Timur Timor (kini Timor Leste, Red). Ketika itu, Susika baru berusia lima tahun. Walau dilarang, dia bersikeras dengan pilihannya. "Ketika hendak bergabung dengan TNI AU, dia ditentang keras dari paman-pamannya. Namun, mendiang tetap bersikeras berkarier sebagai seorang militer seperti ayahnya," katanya.
Meskipun tidak terlalu lama merasakan kedekatan dengan sang ayah, namun kedisiplinan ala militer tertanam pada diri Susika sejak kecil. Kedisiplinan ini jugalah yang membuat dia berhasil dalam kuliah, lulus dengan predikat cum laude, dan berhasil dalam berkarier di TNI AU. Rasa kedisiplinan yang tinggi ini pun juga ditanamkan kepada anak-anaknya, Maysari Agikaputri (12) dan Julyas Gradhaputra (10). Bahkan, Susika cukup keras ketika menerapkan kedisiplinan. "Terutama bila berhubungan dengan pelajaran sekolah. Itu semua ia lakukan demi kebaikan anak-anaknya," kata Aag.
Suka Menulis
Walaupun sudah disibukkan berbagai tanggung jawab sebagai seorang Wara dan ibu bagi dua orang anak, namun Susika semasa hidupnya tetap menyisihkan waktu melakukan kegiatan yang disukainya, yaitu menulis. "Kesukaan menulis telah dimilikinya sejak dulu, bahkan sebelum kuliah," tutur suami mendiang. Susika memang cerdas dan istimewa. Banyak tulisannya dia tuangkan ke dalam blog pribadinya. Sehingga kawan-kawan dan banyak orang bisa melihat hasil karyanya via situs internet. Mendiang juga sering menyumbang tulisan bagi majalah internal yang diterbitkan Wara. Artikel-artikel yang ditulisnya sebagian besar berkaitan dengan bidang yang dikuasainya, yang tidak banyak dikuasai orang lain.
Kegemaran menulis ini juga didukung kebiasaan membaca yang dimiliki mendiang semasa hidupnya. Buku-buku yang dibacanya pun tidak hanya berkaitan dengan pekerjaan, namun juga berbagai buku yang dapat menambah wawasan. [S Rezy Anindito]

Beli Bajaj di PRJ



Warga Jakarta tentu sudah tidak asing lagi dengan kendaran roda tiga bernama bajaj. Suara bisingnya yang meraung-raung ketika sedang beroperasi di jalanan metropolitan menjadi ciri khas bagi masyarakat Ibukota. Memang, bajaj telah menjadi bagian tak terpisahkan dari hiruk-pikuk kehidupan Ibukota. Selain di jalanan, ternyata bajaj juga dapat ditemui di salah satu gerai arena Pekan Raya Jakarta (PRJ) 2008. Tentu saja dengan bentuk lebih menarik ketimbang dengan yang biasa beroperasi di jalanan Ibukota, karena kendaraan itu dijual sebagai alat transportasi sehari-hari.
"Masyarakat yang tertarik dapat membeli dan menggunakannya di jalanan umum, karena kendaraan ini memiliki nomor polisi pelat hitam sehingga dapat digunakan sebagai alat transportasi sehari-hari," ungkap Iin, bagian penjualan perusahaan yang memasarkan kendaraan tersebut ketika ditemui SP Jumat (27/6) malam di arena PRJ. Menurutnya, kehadiran bajaj memang menarik perhatian para pengunjung terhadap gerai perusahaannya, yang juga menampilkan berbagai macam motor produksi nasional. [SRA/Y-4]

Tak Ada yang Berubah Selain Hidup di Jakarta Makin Sulit



Di hari jadinya yang ke-481, DKI Jakarta telah menjadi sebuah kota yang megah dan modern. Gedung-gedung pencakar langit, mal-mal dan apartemen-apartemen yang bernilai estetik tinggi menghiasi penjuru Ibukota sebagai bukti kedigdayaan bagi mereka yang berpunya di negeri ini.
Namun, tidak semua bisa menikmati segala kemegahan dan kemodernan tersebut. Ada juga yang hanya dapat melihat keagungan itu dari kejauhan, walau sebetulnya mereka juga bagian dari kehidupan metropolitan. Mereka adalah orang-orang kecil, yang tetap terpinggirkan di balik segala kemajuan Jakarta.
Dudung (36) sedang beristirahat di pelataran sebuah toko ketika ditemui SP baru-baru ini. Dari raut mukanya, terlihat rasa letih yang amat sangat. Dia pun menjelaskan bahwa dia bersama temannya, yang ketika itu sedang tertidur pulas di sebelahnya, sedang melepas lelah setelah bekerja seharian. Mereka berdua adalah petugas penjaga kebersihan yang beroperasi di sepanjang Jalan Dewi Sartika, Cawang.
Menurut Dudung, profesi tersebut sudah dijalaninya selama beberapa tahun terakhir. Walau pekerjaan yang harus dijalaninya sehari-hari cukup berat, pendapatan yang diperolehnya tidak seberapa, hanya sekitar Rp 600.000 per bulan. "Gaji saya paling cuma cukup untuk makan sehari-hari doang, Mas. Enggak bisa buat ngapa-ngapain lagi," tuturnya.
Namun, Dudung memiliki cara tersendiri untuk menambah penghasilannya. Dia memisahkan sampah plastik dan kardus dari sampah-sampah lain dan menjualnya ke pengumpul. Hasil penjualan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan istri dan dua orang anaknya di kampung.
Walau demikian, dengan kenaikan harga berbagai bahan pokok akibat kenaikan harga BBM, uang yang bisa dikirimkannya ke kampung setiap bulannya semakin sedikit. Padahal, anaknya yang paling tua sudah harus mulai bersekolah.
Pendapatan Berkurang
Tidak heran, dengan segala tekanan ekonomi yang ada, hari ulang tahun Kota Jakarta menjadi tidak bermakna bagi Dudung. "Jakarta ulang tahun enggak ada pengaruhnya buat saya. Toh saya tetap gini-gini aja," tandas pria yang bermukim di daerah Kampung Melayu, Jakarta tersebut.
Pendapat serupa juga datang dari Rosyid (29), yang sehari-hari berjualan aksesori telepon selular di jembatan penyeberangan Cawang. Menurut warga Cililitan ini, orang kecil seperti dirinya tidak merasakan keuntungan apa-apa dari hari jadi Ibukota. "Kalau punya modal sih, bisa buka stan di PRJ (Pekan Raya Jakarta) dan dapat untung banyak. Namun, orang kecil kayak saya gini mana punya uang buat bayarnya. Untuk modal barang dagangan sehari-hari saja pas-pasan" katanya.
Rosyid menambahkan, dengan keadaan ekonomi seperti sekarang ini, pendapatannya semakin menurun karena barang dagangannya semakin sulit terjual. Bahkan, terkadang barang dagangannya tidak terjual sedikitpun dalam satu hari.
Oleh karena itu, Rosyid berharap ada perhatian dari Pemda DKI Jakarta terhadap orang-orang kecil seperti dirinya. "Keadaan seperti ini, kami benar-benar butuh perhatian dari pemerintah," ujarnya.
Tak jauh berbeda, Angga (22) mengungkapkan bahwa hari jadi ibukota yang dirayakan dengan meriah di beberapa sudut kota hanya membawa kegembiraan sesaat saja bagi dirinya. Pemuda yang sehari-hari mengamen di bus Patas jurusan Cawang-Grogol ini tidak merasakan pengaruh positif lain dari semakin bertambahnya usia ibukota. "Paling kita jadi bisa nonton kembang api di Ancol sama jalan-jalan di PRJ. Kalau pengaruh lainnya sih kagak ada," ujarnya ketika ditemui di sisi Jl MT Haryono.
Menurut Angga, perubahan yang paling dirasakannya dengan pertumbuhan usia Ibukota adalah semakin sulitnya bertahan hidup di Jakarta, apalagi dengan kenaikan harga bahan-bahan pokok. Dia cuma bisa berharap, masyarakat Ibukota yang lebih mampu mau berbagi dengan mereka yang kurang mampu, sehingga orang-orang kecil sepertinya tidak terlalu terpinggirkan. [SRA/L-8]

Minggu, 04 Mei 2008

Susahnya Jadi Bloger Indonesia


Setelah UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) disahkan pada 26 Maret 2008, berbagai reaksi pun bermunculan dari para bloger Indonesia. Ada ketakutan bahwa UU ITE dapat digunakan untuk membatasi aktivitas mereka dalam menyebarkan informasi. Sayang memang, ketika kegiatan membuat blog mulai digandrungi di Indonesia, muncul ketakutan untuk mengungkapkan pendapat dari para bloger.


Berbagai pendapat pun diungkapkan dalam blog mereka. Simak kutipan berikut yang diambil dari www.cosaaranda.com : UU ITE yang minggu lalu disahkan, ternyata dapat juga berpengaruh kepada kegiatan ngeblog kita. Hal ini khususnya dapat dilihat pada bab VII, pasal 26, ayat 3 sebagai berikut: mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Dari peraturan di atas, dapat diartikan bahwa sekarang kita tidak bisa lagi sembarangan menulis tentang orang lain karena apabila yang bersangkutan ‘merasa’ terhina atau tercemar nama baiknya, maka mereka dapat mengajukan tuntutan kepada kita.”

Blog lain, anggara.org yang dibuat oleh seorang bloger yang juga praktisi hukum, menyebutkan bahwa UU ITE membatasi kebebasan berekspresi: “Sekali lagi UU ITE secara umum menurut saya adalah UU yang cukup maju dan menunjukkan usaha dari bangsa Indonesia untuk memproduksi aturan yang terkait dengan informasi yang beredar di dunia maya, namun UU ini juga dicederai dengan semangat anti hak asasi manusia terutama untuk membatasi kebebasan berpendapat dan juga kebebasan berekspresi.”

Berbagai kekhawatiran serupa juga diungkapkan oleh bloger lainnya di blog mereka. Kekhawatiran tersebut terutama ditujukan kepada pasal-pasal yang dirasakan membatasai kebebasan berpendapat dan berekspresi. Apalagi ancaman hukuman yang bisa diberikan kepada para pelanggar cukup berat. Bagi mereka yang melanggar pasal 26, dapat dihukum pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

Ketika diminta pendapatnya, para bloger kawakan juga mengungkapkan rasa khawatir mereka. Budi Putra, sang 'Bapak Bloger Indonesia', menyayangkan adanya pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE.

“Pasal pencemaran nama baik adalah pasal ‘karet’ yang ternyata masih laris hingga saat ini, dan itu ternyata juga diadopsi masuk UU ITE. Ada kekhawatiran tulisan seorang bloger bisa digunakan untuk menjatuhkan dirinya melalui pasal itu,” jelas Budi kepada SP.

Budi juga merasa hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pelanggar pasal tersebut berlebihan. Ia berharap pasal-pasal yang kontra produktif dan bertentangan dengan UUD 45 yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat sebaiknya direvisi saja.

Pendapat serupa dikatakan oleh Donny BU, Managing Editor detikINET yang juga seorang bloger yang aktif. Menurutnya, bila seorang bloger memang ingin mencemarkan nama baik seseorang, tentu ia tidak akan menggunakan blog yang mencantumkan namanya.

“Harus dibuktikan apakah penulis blog memang mempunyai itikad buruk mencemarkan nama baik orang yang ditulis. Bila seorang bloger menulis di blognya sendiri yang mencantumkan nama aslinya, kemungkinan besar tulisan yang ia buat tidak bermaksud untuk mencemarkan nama baik seseorang, namun lebih bersifat kritik,” tutur Donny.

Donny menambahkan bahwa bila memang ingin menjelek-jelekkan nama baik seseorang, bloger bisa saja menggunakan nama alias dan proxy luar Indonesia agar jejaknya tidak ketahuan.

UU ITE, menurutnya, semakin menguatkan pendapat bahwa freedom of expression (kebebasan berekspresi) sering berbenturan dengan undang-undang yang berlaku di Indonesia. Antara hukum dan kebebasan berpendapat, belum bisa duduk berbarengan.

Donny juga mengharapkan implementasi UU ITE lebih fokus terhadap pasal-pasal yang melindungi transaksi bisnis, jangan dijadikan sebagai sarana untuk menangkap para bloger yang dianggap mencemarkan nama baik seseorang. Bila ada bloger yang dianggap melanggar bisa diingatkan terlebih dahulu sebelum diproses secara hukum.

Tidak jauh berbeda, Enda Nasution berpendapat bahwa UU ITE bisa menyebabkab pengekangan berpendapat dan berekspresi. Bloger yang menjalankan situs www.goblogmedia.com ini tidak menginginkan UU ITE dijadikan sebagai alasan untuk melakukan tindakan represif terhadap para bloger.

“Yang jelas UU ITE punya potensi represif yang mengekang kebebasan berpendapat dan berekspresi. Kita tentu tidak menginginkan untuk kembali ke jaman ORBA yang penuh dengan stabilitasi semu karena kebebasan berpendapat dan berekspresi dikekang,” papar Enda.

Menurut Enda, bentuk pengekangan terhadap para bloger bukan terhadap tulisan mereka saja, namun juga segala bentuk ekspresi pribadi seperti gambar maupun video. Hal ini tentu saja agak ironis, karena di Indonesia sedang didengung-dengungkan industri kreatif, tapi outlet kreatif seperti blog malah dikekang.

Walau demikian, Enda juga mengakui bahwa UU ITE tidak semuanya represif. Menurutnya, hanya 20 persen yang mengandung pasal-pasal represif, sedangkan sisanya mengandung peraturan tentang transaksi elektronik yang memang dibutuhkan oleh masyarakat.

“Memang benar bahwa hanya sekitar 20 persen dari UU ITE yang mengandung pasal-pasal represif. Di luar itu, UU ITE memuat peraturan-peraturan transaksi elektronik yang dibutuhkan oleh industri digital Indonesia,” jelas Enda. [SRA]

Arti Penting Museum Kebangkitan Nasional

Warga Jakarta yang bertempat tinggal di Jakarta Pusat mungkin telah sering melewati jalan Abdurahman Saleh, sebuah jalan kecil yang menghubungkan jalan Prapatan dengan Senen Raya. Namun, mungkin hanya segelintir saja yang menyadari bahwa di jalan tersebut berdiri sebuah gedung yang mempunyai arti yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Gedung tersebut adalah Museum Kebangkitan Nasional.

Pada awal mulanya, gedung yang kini digunakan sebagai Museum Kebangkitan Nasional tersebut adalah gedung STOVIA (School Tot Opleiding Van Inlandsche Arsten), yakni sekolah kedokteran bagi bumiputera yang berasal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Gedung ini mulai diresmikan pemakaiannya untuk STOVIA pada tahun 1902.

Ketika masih berfungsi sebagai gedung STOVIA inilah terjadi sebuah kejadian penting yang tercatat dengan tinta emas dalam bagian catatan sejarah bangsa Indonesia. Seorang pemuda bernama Sutomo bersama teman-temannya yang sedang menempuh pendidikan di STOVIA mendirikan Budi Utomo, organisasi pergerakan pertama yang lahir di bumi Indonesia.

Kelahiran Budi Utomo pada 20 Mei 1908 merupakan tonggak awal kebangkitan rasa nasionalisme bangsa Indonesia. Berdirinya Budi Utomo merintis berdirinya organisasi-organisasi pergerakan lainnya seperti Sarekat Dagang Islam (SDI), Indische Partij, Perhimpunan Indonesia (Indische Vereeniging), Muhamaddiyah, juga berbagai organisasi pemuda yang bersifat kedaerahan seperti Jong Java (Tri Koro Dharmo), Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Minahasa dan lain-lain. Hal itulah yang menyebabkan pemerintah menetapkan hari kelahiran Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Seiring berjalannya waktu, gedung tersebut mengalami berbagai macam alih fungsi. Pada tahun 1926 sampai 1942, gedung ini dipergunakan sebagai pendidikan MULO dan AMS (setingkat SMP dan SMU) serta sekolah Asisten Apoteker. Ketika pendudukan Jepang terjadi di Indonesia pada tahun 1942 sampai 1945, gedung ini digunakan untuk memenjarakan tentara Belanda yang menjadi tawanan perang.

Bahkan, sebelum dipugar oleh Pemda DKI pada 6 April 1973, gedung ini dijadikan tempat bermukim oleh keluarga-keluarga bekas tentara Belanda keturunan Ambon. Setelah selesai dipugar, kawasan bangunan seluas 15.742 m2 tersebut diresmikan sebagai Gedung Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 1974 oleh almarhum mantan Presiden Soeharto.

Pada 12 Desember 1983, Gedung Kebangkitan Nasional ditetapkan sebagai cagar budaya. Kemudian, melalui Surat Keputusan yang dikeluarkan Mendikbud pada 7 Februari 1984, Gedung Kebangkitan Nasional mulai dikelola sebagai sebuah museum yang diberi nama Museum Kebangkitan Nasional.

Dalam pengeloalaanya saat ini, ada 4 ruangan utama dalam Museum Kebangkitan Nasional, yaitu Ruang Pengenalan, Ruang Sebelum Pergerakan Nasional, Ruang Awal Kesadaran Nasional dan Ruang Pergerakan Nasional. Karena ruangan-ruangan tersebut disusun secara kronologis, maka pengunjung diharapkan melewati ruangan museum secara berurutan. Perjalanan mengelilingi museum dimulai dari Ruang Pengenalan yang berisikan informasi koleksi dan ruangan-ruangan yang ada di museum secara garis besar.

Ruangan selanjutnya adalah Ruang Sebelum Pergerakan Nasional. Dalam ruangan ini, terdapat berbagai tulisan keterangan disertai ilustrasi gambar yang bercerita tentang kedatangan bangsa Eropa di Indonesia, timbulnya penjajahan berbentuk imperialisme dan kolonialisme, serta perlawanan terhadap penjajah yang dilakukan oleh perjuangan lokal seperti yang dilakukan Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol dan pahlawan-pahlawan lainnya.

Ruangan ketiga, Ruang Awal Kesadaran Nasional, berisikan kisah-kisah dan gambar tokoh-tokoh seputar berdirinya organisasi Budi Utomo pada tahun 1908. Ruangan ini juga menampilkan koleksi alat-alat kedokteran dan keadaan sekolah STOVIA saat itu. Dari ruangan ini juga terungkap bahwa dengan pendidikan di sekolah modern dan kondisi kesehatan yang cukup baik, maka dapat timbulah rasa kesadaran berbangsa dan bernegara. Ruangan utama terakhir yaitu Ruang Pergerakan Nasional menampilkan kisah-kisah pergerakan nasional sampai diproklamasikannya kemerdekaan Bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Museum Kebangkitan Nasional juga menampilkan 3 ruangan peragaan. Ruang Peragaan Kelas STOVIA menyajikan suasana belajar di ruang kelas saat itu, Ruang Peragaan Kelas Kartini mengajak pengunjung melihat langsung kesederhanaan suasana belajar yang dilakukan oleh RA Kartini dan Ruang Peragaan Persidangan Pembelaan Dr. H.F. Roll menggambarkan pembelaan Bapak STOVIA tersebut kepada Soetomo yang akan dikeluarkan dari STOVIA karena mendirikan Budi Utomo.

Ruangan terakhir yang bisa dikunjungi di Museum Kebangkitan Nasional adalah Ruang Memorial Budi Utomo. Ruangan tersebut bisa dikatakan sebagai ruangan terpenting di Museum Kebangkitan Nasional. Di ruangan itulah, yang pada saat itu merupakan ruangan anatomi, Soetomo dan kawan-kawan mendirikan Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Pada saat ini, ruangan tersebut juga dilengkapi dengan patung-patung perunggu para pendiri Budi Utomo.

Generasi Muda

Selain menjadi sarana konservasi bangunan bersejarah yang dapat dinikmati oleh masyarakat umum, Museum Kebangkitan Nasional juga sangat mengutamakan pemberian pengetahuan akan perjalanan sejarah bangsa kepada generasi muda. Dengan memberikan pengetahuan tersebut, pihak museum berharap generasi muda akan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi.

“Dengan masuknya berbagai kebudayaan asing ke Indonesia, ada kecenderungan rasa nasionalisme yang dimiliki oleh generasi muda menjadi semakin rendah. Kami berharap setelah mereka mengunjungi museum ini dan mendapatkan berbagai pengetahuan akan sejarah bangsanya, mereka memiliki semangat nasionalisme yang tinggi dan bangga menjadi bangsa Indonesia,” ungkap Kasie Koleksi dan Bimbingan Edukasi Museum Kebangkitan Nasional, Isnudi.

Isnudi kemudian mencontohkan bahwa ketika ada rombongan murid sekolah yang mengunjungi Museum Kebangkitan Nasional, maka mereka akan diberi kesempatan untuk menonton film yang menceritakan sejarah bangsa Indonesia di ruang auditorium museum. Film, tuturnya, dipilih sebagai medium penyampaian informasi karena dapat menarik perhatian sang anak dan memberikan penjelasan yang cukup lengkap.

Dalam rangka menyambut perayaan 100 Tahun Kebangkitan Nasional yang jatuh pada 20 Mei 2008, pihak museum tengah menyiapkan acara yang melibatkan generasi muda di Museum Kebangkitan Nasional. Dengan adanya acara yang melibatkan generasi muda dalam rangkaian perayaan yang memiliki tema nasional Indonesia Pasti Bisa tersebut, pihak museum berharap dapat menarik minat generasi muda terhadap acara perayaan secara keseluruhan. [Stephanus Rezy Anindito]

* foto taken by alice

“Ngapain Pusing Mikirin Global Warming?”


Seloroh di atas adalah sebuah seloroh yang dikeluarkan oleh Benny, tokoh kartun dalam serial Benny & Mice, dalam sebuah karikatur yang dipajang dalam Zona A Green Festival yang diadakan di Parkir Timur Senayan baru-baru ini. Sebuah seloroh yang mungkin merepresentasikan ketidakpedulian sebagian besar masyarakat Indonesia terhadap Global Warming (Pemanasan Global).

Dengan adanya ketidakpedulian itu, kita tidak menyadari bahwa perilaku kita sehari-hari telah turut menyebabkan terjadinya Pemanasan Global, yaitu proses peningkatan suhu rata-rata Bumi akibat meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca yang dihasilkan aktivitas manusia. Pemakaian kendaraan pribadi walau sebetulnya masih ada kendaraan umum (public transportation) yang bisa menjadi alternatif sarana transportasi menyebabkan emisi karbon berlebihan dari sektor transportasi.

Pemakaian listrik secara berlebihan juga telah menyumbang emisi karbon cukup besar ke udara. 27 persen energi listrik Indonesia dihasilkan oleh PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) yang berbahan bakar batubara. Emisi yang ditimbulkan oleh PLTU tersebut menyumbang 26 persen dari emisi karbon total Indonesia.

Bahkan, pemakaian kertas dan tisu dengan boros turut andil dalam Pemanasan Global, karena kertas dan tisu dihasilkan dari hasil pengolahan sebatang pohon. Andaikata tidak diolah, 1 hektar pohon dapat menurunkan suhu global 6-8 derajat Celsius dan dapat menyimpan air tanah sebesar 900 meter kubik per tahun.

Pemanasan Global sebetulnya telah kita rasakan langsung dampaknya saat ini. Karena Pemanasan Global, hujan turun dengan curah yang tinggi dalam sebuah periode waktu yang pendek, sedangkan di luar periode tersebut hujan jarang terjadi.

Akibatnya, air bersih sangat sulit untuk didapatkan. Bahkan, menurut data yang terungkap dalam even yang bertemakan Aksiku Untuk Bumi tersebut, hanya 54 persen dari total kebutuhan air bersih di Jakarta (sebesar 547,5 juta meter kubik per tahun) yang bisa disediakan oleh PDAM DKI Jakarta. Sisanya, sebesar 251,8 juta meter kubik per tahun, harus diperoleh masyarakat dari air tanah. Padahal, batas maksimal penggunaan air tanah adalah sebesar 186,2 juta meter kubik per tahun.

Karena eksploitasi air tanah yang berlebihan tersebut, cadangan air tanah di Jakarta terus berkurang tiap tahunnya. Beberapa daerah di Jakarta pun akhirnya mengalami kekurangan air bersih. Permukaan tanah di beberapa daerah di Jakarta pun mengalami penurunan karena eksploitasi tersebut. Bahkan, di beberapa tempat, penurunan permukaan tanah terjadi sampai sedalam 1,8 meter.

Curah hujan yang sangat tinggi karena Pemanasan Global juga sering menimbulkan bencana banjir. Kerugian yang harus kita alami pun bermacam-macam. Aktivitas sehari-hari seperti bekerja dan bersekolah menjadi terhenti karena sarana transportasi terputus akibat terhalang banjir.

Berbagai penyakit seperti penyakit kulit dan gangguan pencernaan pun merebak akibat lingkungan yang kotor karena banjir. Di daerah persawahan, gagal panen terjadi sehingga pasokan makanan terganggu. Apabila terjadi berkelanjutan, hal ini tentu saja dapat menimbulkan krisis pangan.

Upaya di Rumah

Upaya yang bisa dilakukan oleh setiap keluarga dalam mengurangi efek Pemanasan Global ternyata dapat dimulai dari rumah sendiri. Dalam Zona B Green Festival, ditunjukkan hal-hal baru yang bisa dilakukan ketika melakukan kegiatan yang berkaitan dengan berbagai area rumah seperti halaman, garasi, ruangan keluarga dan ruang tidur, ruang kerja, kamar mandi serta ruang makan dan dapur, yang dapat mengurangi efek Pemanasan Global.

Di halaman rumah, kita bisa mengkonservasi air tanah dengan cara membuat lubang resapan biopori. Selain untuk konservasi air tanah, lubang biopori juga berguna mengurangi wabah penyakit yang disebabkan oleh genangan air dan tumpukan sampah, seperti demam berdarah dan malaria. Kita juga bisa memasang lampu taman dengan sensor cahaya untuk melakukan penghematan listrik.

Untuk mengurangi emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan pribadi, dapat ditempuh car pooling, yaitu berbagi kendaraan dengan orang lain yang memiliki tujuan searah. Cara lain yang juga bisa kita tempuh adalah melakukan ecodriving, yaitu mengendarai mobil agar hemat BBM (Bahan Bakar Minyak). Prinsip ecodriving adalah tidak ‘mengebut’ ketika mengemudikan mobil dan ketika pindah ke gigi yang lebih tinggi dilakukan dengan lambat, sedangkan ketika pindah ke gigi yang lebih rendah dilakukan dengan cepat.

Penghematan listrik dapat dilakukan di ruang keluarga, ruang tidur dan ruang kerja dengan cara menggunakan lampu hemat listrik di ruangan-ruangan tersebut. Lampu-lampu dalam rumah juga harus sering dibersihkan, karena lampu yang berdebu bisa mengurangi cahaya sebesar 5 persen. Bila diperlukan AC (air conditioner) dalam ruangan, kita bisa menggunakan AC hemat listrik yang kini telah banyak dijual.

Untuk menghemat air, gunakan shower ketika mandi. Air yang digunakan ketika mandi menggunakan shower akan lebih sedikit dibandingkan mandi cara tradisional yang menggunakan gayung. Kita juga dapat memasang toilet yang memiliki pengaturan jumlah air untuk menyiram, agar air yang dikeluarkan untuk menyiram sesuai dengan kebutuhan sehingga menghemat air.

Ketika berbelanja, kita bisa membawa tas belanjaan sendiri dari rumah. Penggunaan tas belanja plastik akan menyebabkan semakin bertambahnya sampah anorganik yang sulit diurai, sedangkan penggunaan tas belanja dari kertas merupakan suatu tindakan pemborosan kertas. Kita juga bisa menggunakan plastik bio yang mudah terurai untuk membuang sampah rumah tangga.

Berbagai informasi yang berguna mengenai Pemanasan Global disambut baik oleh pengunjung Green Festival. “Pada awalnya, saya tertarik datang ke sini karena acara ini berhubungan dengan bidang kuliah saya, Biologi. Namun, setelah melihat berbagai informasi yang diberikan, saya menyadari bahwa ada beberapa kebiasaan saya yang harus diubah agar dapat membantu mengurangi Pemanasan Global,” papar Ferry, seorang mahasiswa universitas negeri di Jakarta.

Komentar baik terhadap acara ini juga dikeluarkan oleh Amsar Adam yang diajak oleh anaknya untuk datang ke Green Festival. Menurutnya, acara ini memberikan edukasi yang sangat baik mengenai Pemanasan Global kepada masyarakat, terutama bagi anak-anak. Amsar juga menambahkan bahwa Green Festival juga harus diadakan di kota-kota lain di Indonesia, jangan hanya di Jakarta saja.

Selain pengunjung individual, Green Festival juga dikunjungi oleh rombongan murid sekolah. Menurut Didik Rahmat, guru sebuah sekolah dasar yang datang mengunjungi even ini bersama 20 orang muridnya, Green Festival mendukung pendidikan kesadaran lingkungan bagi para muridnya.

“Di sekolah, para murid diajar untuk memilah sampah organik dan sampah anorganik. Mereka juga diajari proses daur ulang sampah kertas. Hal ini berkaitan dengan program Adi Wiyata yang dikembangkankan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dalam rangka pelestarian lingkungan,” tutur Didik.

Semoga saja even ‘kampanye hijau’ ini dapat menjadi awal sebuah kesadaran lingkungan dalam diri masyarakat Indonesia, sehingga slogan “Aksiku Untuk Bumi” tersebut tidak akan menjadi sebuah slogan kosong tanpa adanya aksi nyata. Mari kita semua berusaha untuk mewujudkannya! [Stephanus Rezy Anindito]

Kemoceng, Modal Bertahan Hidup di Ibukota

Hari itu, seperti biasa, perempatan jalan di depan ITC Cempaka Mas Jakarta ramai dilalui oleh kendaraan bermotor. Keramaian tersebut hanya terhenti untuk beberapa saat ketika lampu merah menyala. Namun, jeda singkat itu ternyata cukup digunakan untuk mengais rejeki oleh seorang ibu. Dengan sebatang kemoceng di tangan, uang pun bisa ia dapatkan.

Lies, nama ibu tersebut, dengan cekatan membersihkan kaca depan mobil-mobil yang sedang berhenti dengan kemocengnya yang terlihat sudah cukup lapuk. Setelah selesai membersihkan, dengan cepat ia meminta imbalan kepada para pengemudi mobil. Menurutnya, hal itu ia lakukan setiap hari untuk menyambung hidup dirinya dan 4 orang anaknya.

“ Yah, beginilah cara saya dapetin duit sehari-hari. Kalau nggak begini, mau dapat duit dari mana lagi? Suami saya sudah lama meninggal,” ungkap Lies kepada SP.

Lies mengakui bahwa pekerjaan yang ia lakukan mungkin tidak terlalu membantu membersihkan mobil-mobil di lampu merah. Namun, ia mengatakan bahwa ia tidak bisa melakukan hal lain untuk mendapatkan uang. Ia kesulitan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak karena ia hanya mengantungi ijazah SMP. Untuk mengamen ia mengaku tidak bisa menyanyi dengan bagus, sedangkan untuk berdagang ia tidak punya modal.

Perempuan yang berusia 42 tahun itu kemudian menjelaskan bahwa setelah suaminya yang berprofesi sebagai supir truk meninggal dunia 5 tahun lalu, mau tidak mau ia harus menjadi tulang punggung keluarganya. Sebelumnya, ia bekerja sebagai buruh di pabrik sepatu yang terletak di kota Bogor. Namun, setelah pabrik tersebut bangkrut, ia pun tidak mempunyai pekerjaan dan terpaksa mengais rejeki di perempatan tersebut.

Ide untuk mencari uang dengan cara membersihkan kaca depan mobil dengan kemoceng berasal dari teman Lies yang bernama Mirah, yang telah lebih dahulu beroperasi di perempatan jalan depan ITC Cempaka Mas tersebut. Walau pada awalnya canggung, Lies mengaku bahwa kini ia telah terbiasa dan tidak canggung lagi ketika melakukan pekerjaan tersebut.

Lies mengakui bahwa mencari uang di perempatan seperti yang telah ia lakukan selama ini memang jauh dari kenyamanan. Setiap hari ia harus bergelut dengan terik matahari dan polusi dari kendaraan bermotor yang berlalu lalang. Belum lagi kemungkinan terjaring oleh petugas Kamtib (Keamanan dan Ketertiban) yang mengadakan razia.

“Saya sebenarnya sudah 2 kali ditangkap Kamtib. Saya takut kalau saya ditangkap lagi saya akan dihukum. Tapi, mau bagaimana lagi? Kalau saya tidak mencari makan di sini, gimana saya bisa ngidupin keluarga saya,” ujar perempuan yang berasal dari Palembang itu.

Walau berbagai kesulitan tersebut harus ia hadapi setiap harinya, uang yang bisa Lies dapatkan ternyata tidaklah besar. Biasanya ia hanya menerima Rp 500 dari para pengemudi yang mau memberinya uang. Bila ada yang berbaik hati, kadang ia menerima Rp 1000.

Setiap harinya Lies hanya mampu mengumpulkan Rp 15.000 – Rp 30.000. Uang sejumlah itu diakuinya hanya cukup untuk membeli kebutuhan sehari-hari saja. Untung saja anak sulungnya yang telah lulus SMU kini bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik yang terletak di Jakarta Utara, sehingga bisa turut membantu dirinya dalam menghidupi keluarga.

Dengan berbagai kesulitan hidup yang ia alami di Jakarta, Lies mengakui bahwa ia sebetulnya sudah tidak betah tinggal di ibukota dan ingin pulang kampung saja. Apalagi harga-harga barang kebutuhan pokok semakin meningkat, sehingga hidup di ibukota semakin sulit untuk rakyat miskin seperti dirinya.

“Untuk bertahan hidup di Jakarta memang sangat sulit. Apalagi saat ini harga-harga barang semakin mahal. Rasanya saya ingin pulang kampung saja,” papar Lies.

Namun, menurutnya, saat ini ia tidak punya cukup uang untuk pulang ke Palembang. Ia berharap akan ada uluran tangan dari Pemerintah Daerah DKI Jakarta terhadap dirinya, seperti bantuan modal agar ia bisa memulai hidup baru yang lebih sejahtera di kampung halaman. Lies juga menambahkan bahwa tanpa bantuan dari pihak lain, rakyat miskin seperti dirinya akan sangat sulit untuk dapat merubah nasib. [SRA]

Di Balik Estetika Rumah Rayap


Saat ini, tiap kota besar di dunia berambisi mendirikan gedung-gedung pencakar langit. Di mata Nia Gautama, hal itu adalah upaya manusia untuk meniru apa yang telah dibuat oleh sang alam. Bahkan, meniru makhluk kecil yang remeh seperti rayap.

Dalam pameran tunggalnya yang diadakan (5/3) sampai (16/3) di Bentara Budaya Jakarta, perupa yang lahir 24 Juni 2973 tersebut membangun suatu susunan instalasi yang menggunakan idiom rumah rayap: bentuk silinder yang bagian atasnya lonjong mengerucut, setinggi 1,5 sampai 2 meter dengan bahan tanah liat. Semuanya berjumlah 28 buah silinder kerucut.

Bentuk-bentuk kerucut tersebut dibentuk Nia di studio Rawa Panjang, Bekasi dan studio Alam-Alam, Jakarta. Ia melubangi, menoreh badan tanah liat selagi belum mengeras. Ia juga membuat beragam olahan dekorasi seperti wujud rumah atau gedung yang organis, seperti juga rumah rayap. Proses tersebut ia selesaikan dalam waktu 40 hari.

Dalam proses pemindahan dari studionya ke tempat pameran, bangunan-bangunan yang menyerupai rumah rayap tersebut dipotong-potong menjadi beberapa bagian. Sesampainya di tempat pameran, potongan-potongan tersebut disatukan kembali. Karena memakai sistem penomoran, proses penyatuan tersebut hanya memakan waktu dua jam saja.

Karya yang diberi judul Wondroushelter tersebut diakuinya memang terinspirasi dari rayap. “Beberapa tahun lalu, saya menemukan potongan kayu yang dimakan oleh rayap. Saya merasa bahwa akan sangat menarik bila saya membuat karya seni yang terinspirasikan dari serangga tersebut. Dan hal itu saya wujudkan dalam karya Wondroushelter ini,” ungkap Nia kepada SP.

Menurutnya, rumah rayap mempunyai konstruksi arsitektural yang sangat rumit. Di dalamnya, terbentuk lorong-lorong sempit dan ruangan kecil. Bentuk demikian, ternyata menyebabkan suhu di dalamnya tetap dingin walaupun suhu di luar ruangan sangat panas.

“Bahkan, konsep bangunan rumah rayap ini telah digunakan di Zimbabwe. Tanpa menggunakan AC, suhu di dalam gedung tetap dingin. Bayangkan betapa ramah lingkungannya bangunan tersebut. Andaikata konsep tersebut diwujudkan di seluruh dunia, maka pemanasan global pun tidak akan terjadi,“ jelas lulusan fakultas Ekonomi Universitas Triskati itu.

Hal ini pun juga diungkapkan Ketua Pengurus Harian Dewan Kesenian Jakarta Marco Kusumawijaya ketika memberikan kata sambutan dalam acara pembukaan pameran tersebut.

Menurutnya, manusia harus mengembangkan watak yang sesuai dengan keharusan membentuk habitat baru dan watak yang sesuai untuk hidup di dalam habitat baru tersebut agar dapat menyesuaikan diri dengan keadaan abad 21 ini. Dan sejauh apa habitus baru manusia dapat dibentuk sesuai dengan beroperasinya habitat baru masa depan.

Meniru alam memang strategi yang baik. Tapi ini juga bukan alasan untuk tidak mengembangkan kecerdasasan khas kita sendiri sebagai manusia, yang justru membuat mimesis menjadi bermakna memanusiakan manusia, sambil memuliakan kesatuannya dengan alam, bukan merendahkan dirinya dan alam itu sendiri.

Kita tidak boleh melupakan motivasi memuliakan kesatuan ini sebagai unsur penting dari mimesis, agar mimesis tidak menjadi lelucon yang sinis atau konyol, yang malah memisahkan yang ditiru dari yang meniru.

Sebagai contoh bodoh, ungkapnya, pohon tiruan dari plastik di jalan utama sebuah kota negeri tropis adalah tiruan yang demikian. Mimesis bukanlah tiruan murahan karena alasan-alasan mencari katarsis sesaat dan ekomomi. Mimesis yang menyatukan adalah mimesis yang bermaksud membangun komunikasi, dialog, pengenalan yang makin dalam, dan koeksistensi.

Mimesis yang demikian tidak mungkin menghilangkan identitas masing-masing, karena peleburan tanpa identitas tersendiri tidak memungkinkan dialog, tidak memperkaya masing-masing, tapi menimbulkan atau merupakan dominasi yang memiskinkan, karena bersifat mengurangi, bukan menambah

Rifky Effendy, kurator Wondroushelter, menambahkan bahwa Nia sebagai keramikus non akademis mengikuti perkembangan artistik egaliter. Ia mengambil metaphor menarik kehidupan saat ini, yaitu keinginan manusia untuk kembali ke alam.

Kekaryaan Nia memperlihatkan suatu perkembangan terakhir praktik seni rupa kontemporer. Sebagai seorang keramikus, ia melihat elemen tanah liat secara lebih jauh ke dalam konsepsi berkarya. Serta untuk bisa mengajak kita bermain dengan imajinasinya. Bukan memperlakukannya sebagai produk budaya tradisi keramik.

Tapi, lebih jauh menjadikan tanah liat sebagai materi alam yang berfungsi untuk memenuhi konsepsinya. Sekaligus untuk menunjukkan potensi material untukkebutuhan simbolik hidup isi alam ini. Seperti juga bagaimana tanah liat berguna untuk komuni rayap dan semut, atau kita bisa saksikan dalam kehidupan berbagai kebudayaan di dunia. [SRA]

Jumat, 02 Mei 2008

Kelezatan ala Italia di San Diego Hills


Jangan salah kira bahwa San Diego Hills yang disebutkan dalam judul di atas letaknya berada di negara Paman Sam. Kawasan yang dimaksud letaknya ada di Indonesia, lebih tepatnya di Karawang. Di sana, ada sebuah restoran yang menawarkan berbagai kelezatan kuliner Italia seperti pizza dan berbagai olahan pasta seperti spaghetti dan lasagna. Nama restoran itu adalah La Collina.

Dalam sebuah kunjungan ke San Diego Hills memorial park and funeral homes yang terletak di atas lahan seluas 500 hektar tersebut baru-baru ini, SP bersama rombongan berkesempatan untuk menyambangi La Collina. Dari luar, terlihat jendela-jendela kaca yang lebar dan pintu kaca tembus pandang bergayakan arsitektural eropa menghiasi bangunan restoran dengan apiknya.

Bagian dalam restoran yang terletak di tepi danau buatan ini pun ternyata tak kalah menarik. Ketika memasuki La Collina, terlihat meja dan kursi yang tertata dengan rapi dan elegan. Letak antar meja yang tidak berdekatan pun memberikan privasi tersendiri bagi masing-masing rombongan pengunjung. Rombongan kami lalu menempati salah satu meja yang kosong.

Karena sebelumnya berada di udara terbuka yang panas, kami pun langsung memesan minuman. Berbagai jus buah dan minuman dingin tersedia di menu. Kebanyakan dari kami memilih orange juice sebagai sarana penghilang dahaga. Setelah tak berapa lama menunggu, minuman pun diantarkan ke meja kami.
Rombongan kami lalu ditemui oleh Direktur San Diego Hills Suziany Japardy. Setelah memesankan berbagai hidangan untuk kami cicipi, Suziany pun menjelaskan seluk beluk La Collina kepada rombongan kami.

Menurutnya, restoran yang memiliki kapasitas maksimal 200 orang ini memang lebih ditujukan sebagai fasilitas bagi para peziarah San Diego Hills. Namun, masyarakat umum yang tidak melakukan ziarah pun dapat merasakan kelezatan berbagai hidangan yang disediakan di tempat ini. Ia mencontohkan bahwa banyak eksekutif dari berbagai perusahaan yang berada di Karawang menjamu rekan-rekannya di La Collina.

Suzianty juga menjelaskan bahwa dipilihnya hidangan Italia sebagai sajian restoran ini adalah karena belum adanya restoran yang serupa di Karawang. Ia juga menambahkan bahwa hidangan Italia pada umumnya sudah cukup diterima oleh masyarakat Indonesia.

“Kalau kami menyediakan masakan Sunda, tentu harus bersaing dengan berbagai restoran serupa yang ada di Karawang. Lagipula, hidangan khas Italia seperti spaghetti dan pizza telah diterima oleh lidah orang Indonesia,” papar Suzianty.

Setelah hidangan yang dipesankan datang, Suzianty mempersilahkan kami untuk mencicipi. Saat itu juga ia gunakan untuk berpamitan, karena ada keperluan di tempat lain. Manajer Leisure Center San Diego Hills Budiyanto TM lalu mewakili Suzianty untuk menemani rombongan kami.

Rombongan kami pun mencicipi hidangan yang telah tersedia di meja. Yang pertama dipilih adalah hidangan pembuka Fritto Misto. Hidangan ini berupa udang, cumi-cumi dan ikan gindara yang dimasak secara deep fried dan dinikmati dengan saus tartar.

Quartro Stagioni

Ketika ditanyakan hidangan apa yang menjadi favorit di La Collina, Budiyanto lalu menyebutkan Quartro Stagioni. Hidangan yang juga disajikan kepada rombongan kami tersebut berupa pizza tipis khas Italia dengan topping jamur champignon, daging ayam asap, keju mozzarella, potongan buah zaitun dan daun artichoke.

“Kami merekomendasikan Quartro Stagioni kepada para pelanggan. Rasanya yang khas Italia menjadi alasan mengapa kami mengedepankan hidangan tersebut. Biasanya, setelah merasakan kelezatan Quartro Stagioni, para pelanggan akan memesan kembali hidangan tersebut ketika berkunjung ke La Collina kembali,” jelas Budiyanto.

Yang membuat rasa pizza ini istimewa adalah daging ayam asap yang diproses secara khusus. Ketika digigit, daging tersebut membaur sempurna dengan rasa dominan keju mozzarella. Daun artichoke yang diimpor langsung dari Italia juga memberi rasa khas Italia kepada pizza ini.

Hidangan berikut yang kami coba kelezatannya adalah Calzone Bolognese. Seperti kebab, isi Calzone yang berupa jamur champignon, bawang putih dan meat sauce dibungkus oleh lapisan roti. Rasanya sendiri ada kemiripan dengan spaghetti, karena menggunakan meat sauce yang sama. Walaupun ketika disentuh terasa dingin, isi Calzone tetap hangat karena panas terperangkap lapisan roti.

Hidangan lain yang rombongan kami cicipi adalah Spaghetti con Zucchini e Gamberi. Sama seperti penyajian spaghetti pada umunya, digunakan meat sauce sebagai saus spaghetti. Yang membedakan adalah ditambahkannya udang dan zucchini pada hidangan ini.

Selain berbagai hidangan yang telah kami coba, La Collina juga memiliki hidangan istimewa lainnya. Sebut saja Gindara alla griglia con ragout di cannellini e salsa verde yang berupa ikan gindara panggang yang disajikan dengan ragout plus kacang putih. Ada juga Controfiletto di manzo alla Pizzeole yang berupa daging bistik pagang import Australia saus Napolitan yang disajikan bersama potongan baby potato, green bean, brokoli dan zucchini.

Bagi yang tidak suka makanan yang diolah ala Italia, restoran yang berada di bawah manajemen Arya Duta ini juga menyediakan berbagai makanan Indonesia seperti sop Buntut, mie goreng dan tumis campur. Hidangan-hidangan tersebut dapat menjadi pilihan bagi pengunjung yang menginginkan hidangan yang lebih “berat” daripada pizza dan olahan pasta.

Untuk hidangan pencuci mulut, restoran ini menyediakan berbagai macam buah-buahan, kue dan es krim ala Italia, gelato. Aneka kue yang ditawarkan adalah Tiramisu, Pizza dolce (pizza dengan topping selai kacang, pisang, coklat dan keju) dan Tirle al Formaggio (kue keju dengan saus stroberi). Gelato ditawarkan dengan berbagai rasa, yaitu stroberi, vanila dan coklat.

Walau La Collina merupakan sebuah restoran yang berkelas, namun ternyata harga berbagai hidangan yang tersedia di menu tidaklah terlalu mahal. Berbagai hidangan pembuka dapat dinikmati dengan kisaran harga Rp 15.000 – Rp 25.000. Hidangan olahan pasta seperti spaghetti dan lasagna ditawarkan dengan harga antara Rp 15.000 – Rp 35.000, sedangkan berbagai macam pizza dijual dengan harga Rp 25.000 – Rp 32.000.

Setelah puas mencicipi berbagai menu yang disajikan La Collina, rombongan kami pun pamit kepada Budiyanto. Walau jarak cukup jauh harus ditempuh untuk mencapai Jakarta, sekitar 45 kilometer, kelezatan yang telah kami rasakan akan dapat membuat hati kami tetap senang selama perjalanan pulang tersebut! [SP/Stephanus Rezy Anindito]