Rabu, 16 Juli 2008

Korban Casa 212 Gunung Salak: Wara Istimewa Itu Pergi Terlalu Cepat


Suasana sepi menyelimuti kediaman mendiang Mayor (Sus) Susika Murdayanti, akhir pekan lalu. Malam itu, di jalan depan rumah Susika, korban tewas kecelakaan pesawat Casa 212 yang jatuh di Gunung Salak, Jawa Barat, tampak sebuah tenda menaungi kursi-kursi tempat duduk para pelayat yang hendak menyampaikan bela sungkawa.
Beberapa pelayat terlihat berbincang hangat. Sebagian besar adalah rekan kerja Susika di TNI Angkatan Udara. Raut muka mereka menunjukkan rasa kehilangan yang besar. Susika, menurut mereka, adalah seorang sosok Wanita Udara (Wara) istimewa. Di lingkungan kerjanya, dia dikenal sebagai seorang yang supel, pintar, dan profesional. "Selain pintar, almarhumah mudah bergaul dengan siapa saja di lingkungan kerjanya. Hal itu membuat kami merasa sangat kehilangan. Kepergiannya terlalu cepat," ujar rekan kerja Susika yang enggan disebutkan namanya.
Kepintaran Susika jugalah yang pernah mengantar lulusan Ilmu Geodesi Universitas Gadjah Mada itu melakukan studi lanjutan di Negeri Kangguru beberapa tahun lalu, untuk menambah kemampuannya di bidang Geo Maping. Bahkan, berkat berbagai pengetahuannya itu, Susika adalah Wara pertama dan satu-satunya yang mampu melakukan tugas pemantauan ketika sebuah misi udara dilakukan.
Aag Nugraha, suami Susika kepada SP mengatakan, kepergian istrinya secara tiba-tiba sangat memukul keluarga yang ditinggalkan. Tragisnya, kepergian mendiang ini terjadi seperti yang dialami ayah mendiang, yaitu ketika menjalankan tugas sebagai seorang anggota TNI. "Kepergiannya benar-benar tidak disangka, karena mendiang sering melakukan perjalanan udara seperti itu sebelumnya. Lebih tragis lagi, kepergian mendiang ini seperti kepergian ayahnya yaitu meninggal ketika menjalankan tugas sebagai seorang anggota TNI," ungkap pria yang bekerja di Badan Pertanahan Nasional ini.
Ditambahkan, keputusan Susika berkarier di jalur militer pun disebabkan kekaguman mendiang terhadap sosok sang ayah yang gugur ketika menjalankan tugas di Timur Timor (kini Timor Leste, Red). Ketika itu, Susika baru berusia lima tahun. Walau dilarang, dia bersikeras dengan pilihannya. "Ketika hendak bergabung dengan TNI AU, dia ditentang keras dari paman-pamannya. Namun, mendiang tetap bersikeras berkarier sebagai seorang militer seperti ayahnya," katanya.
Meskipun tidak terlalu lama merasakan kedekatan dengan sang ayah, namun kedisiplinan ala militer tertanam pada diri Susika sejak kecil. Kedisiplinan ini jugalah yang membuat dia berhasil dalam kuliah, lulus dengan predikat cum laude, dan berhasil dalam berkarier di TNI AU. Rasa kedisiplinan yang tinggi ini pun juga ditanamkan kepada anak-anaknya, Maysari Agikaputri (12) dan Julyas Gradhaputra (10). Bahkan, Susika cukup keras ketika menerapkan kedisiplinan. "Terutama bila berhubungan dengan pelajaran sekolah. Itu semua ia lakukan demi kebaikan anak-anaknya," kata Aag.
Suka Menulis
Walaupun sudah disibukkan berbagai tanggung jawab sebagai seorang Wara dan ibu bagi dua orang anak, namun Susika semasa hidupnya tetap menyisihkan waktu melakukan kegiatan yang disukainya, yaitu menulis. "Kesukaan menulis telah dimilikinya sejak dulu, bahkan sebelum kuliah," tutur suami mendiang. Susika memang cerdas dan istimewa. Banyak tulisannya dia tuangkan ke dalam blog pribadinya. Sehingga kawan-kawan dan banyak orang bisa melihat hasil karyanya via situs internet. Mendiang juga sering menyumbang tulisan bagi majalah internal yang diterbitkan Wara. Artikel-artikel yang ditulisnya sebagian besar berkaitan dengan bidang yang dikuasainya, yang tidak banyak dikuasai orang lain.
Kegemaran menulis ini juga didukung kebiasaan membaca yang dimiliki mendiang semasa hidupnya. Buku-buku yang dibacanya pun tidak hanya berkaitan dengan pekerjaan, namun juga berbagai buku yang dapat menambah wawasan. [S Rezy Anindito]

Tidak ada komentar: